KETUA Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Bambang Setiaji meyakini Indonesia bisa mengambil peran strategis dalam peta perekonomian dunia.
Keyakinan itu dia sampaikan dalam Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah bertajuk ‘Kemerdekaan dan Kemakmuran Bangsa’ yang diselenggarakan secara virtual pada Jumat (9/8/2024) malam.
Menurut Bambang, kebanyakan negara-negara Islam di Kawasan Timur Tengah hanya mengandalkan sektor minyak atau petro dolar, lalu melompat ke sektor ekonomi jasa dengan membangun perhotelan, pusat perbelanjaan, dan sebagainya. Bukan melalui proses industri berbasis sains dan teknologi.
Ia menyebutkan, kondisi itu berbeda dengan perkembangan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara di Asia Timur, seperti Cina, Korea, Taiwan maupun Jepang yang disebut sebagai empat naga Asia. Mereka membangun perekonomiannya berbasis pada industri saintek.
“Mereka (negara-negara Arab) tidak melewati (perkembangan industri saintek), hanya dari berkah minyak langsung buat mall, generasi mudanya yang dibicarakan Ferrari,” kata Bambang.
Bambang menegaskan, etos kerja para generasi negara-negara Timur Tengah dibandingkan dengan generasi empat naga Asia tersebut juga berbeda. Pemuda dari empat naga Asia itu menunjukkan etos kerja yang luar biasa. Kondisi itu berbanding terbalik dengan para pemuda di negara-negara Arab yang lebih banyak flexing.
“Padahal jika dilihat, market atau pasar dunia Islam itu besar mencapai 2,4 miliar, dibandingkan dengan Cina yang 1,4 miliar, tidak jauh dengan potensi pasar di India. Melihat jumlah potensi pasar tersebut bisa jadi peluang untuk diambil dan dimanfaatkan oleh Indonesia,” ungkap Bambang.
Lebih lanjut, Bambang berharap agar para pemimpin Indonesia ke depan bisa memainkan peran dan memanfaatkan posisi strategisnya untuk membawa Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia.
“Hal itu bisa dilakukan misalnya dengan menggandeng para pemodal dari negara-negara petro dolar. Juga harus bisa menjalin kolaborasi pengembangan teknologi dengan para naga Asia, khususnya Cina,” tuturnya.
Kemudian, sambung Bambang, Muhammadiyah juga harus bisa mengambil peran dan berkontribusi pula di situ. Sebab, Persyarikatan yang didirikan KH Ahmad Dahlan tahun 1912 itu memiliki sumberdaya yang mumpuni.
“Saya melihat ada secercah cahaya di dalam kegelapan itu, dan itu Muhammadiyah yang bisa dan hanya Muhammadiyah yang bisa dalam pembacaan saya. Karena kita punya fakultas teknik yang bisa kita organisir,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Bambang juga menegaskan optimismenya bahwa Muhammadiyah akan mampu berperan penting dalam upaya memangkas ketimpangan sosial dan ekonomi yang ada.
“Apakah kita warga Muhammadiyah kita berbuat?, jawabannya bisa. Muhammadiyah bisa ada kebangkitan kedua, dengan melakukan assembling melalui sekolah-sekolah kita,” kelakarnya.
Assembling yang dimaksud Bambang adalah yang awalnya belanja produk ke Cina. Selanjutnya, berganti menjadi produsen. Di mana barang-barang yang digunakan merupakan hasil produksi dari sekolah-sekolah Muhammadiyah. Kelebihan sekolah Muhammadiyah karena swasta yang tentu kebijakannya lebih fleksibel.
Langkah itu diambil sekaligus sebagai jalan dakwah, sebab Cina mayoritas penduduknya adalah atheis maka ini adalah kesempatan baik bagi Muhammadiyah untuk mengenalkan Islam. Jika langkah ini tidak diambil oleh Muhammadiyah, dikhawatirkan akan diambil oleh kelompok sekuler.
“Melalui sekolah-sekolah Muhammadiyah yang paling mungkin. Melalui sekolah negeri susah, dengan sistem birokrasi dan KPK. Saya membacanya itu hanya Muhammadiyah yang bisa,” tandas Bambang.
Reporter: Ubay NA