29.4 C
Malang
Jumat, Oktober 18, 2024
KilasBangun Kesadaran Ekologis, Peneliti Asal Australia: Muhammadiyah Jadi Penyambung Lidah Rakyat

Bangun Kesadaran Ekologis, Peneliti Asal Australia: Muhammadiyah Jadi Penyambung Lidah Rakyat

Prof Gerry van Klinken

PENELITI senior Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV) Prof Gerry van Klinken mengatakan, kontribusi organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam Muhammadiyah sangat besar untuk membangun kesadaran ekologis masyarakat.

“Kesadaran terhadap lingkungan makin meningkat. Ormas seperti Muhammadiyah, saya lihat, fungsinya telah menjadi penyambung lidah rakyat, seperti kata Bung Karno dulu,” kata Gerry van Klinken, ditemui di sela acara Sarasehan bertajuk “Merumuskan Ekonomi Berkeadilan bersama Kelestarian Lingkungan: Narasi Alternatif Pembangunan Lingkungan Hidup”.

Kegiatan ini diadakan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Aula Tahfidz Pondok Muhammadiyah Boarding School (MBS) Pogalan, Kabupaten Trenggalek, Sabtu (20/7/2024).

Gerry mengaku sangat sering datang ke Indonesia. Belakangan, dia melihat adanya kecemasan soal lingkungan, selain karena krisis iklim, juga soal tambang. Bahkan soal tambang ini telah menjadi pembahasan nasional yang serius.

Menurut dia, ormas seperti Muhammadiyah tentu punya relasi dan keterkaitan dengan pihak-pihak tertentu yang juga berpotensi memunculkan ketegangan yang lebih serius. Maka diharapkan Muhammadiyah bisa menyikapinya sesuai dengan visi dan misinya.

“Di tengah ketegangan dan kepentingan, sebuah organisasi tentu punya relasi. Jadi ketegangan bisa cukup serius. Mau ditarik ke mana yang sesuai dengan jihad politik Muhammadiyah, yang sesuai spiritnya,” tutur Gerry.

Gerry van Klinken dikenal sebagai sejarawan dan peneliti Indonesia. Dia sering menulis tentang isu-isu sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia. Dia punya pandangan kritis terhadap industri pertambangan, termasuk tambang emas.

Gerry sering mengkritik dampak negatif tambang terhadap lingkungan dan masyarakat lokal. Pendapatnya, pertambangan sering kali membawa lebih banyak kerugian daripada manfaat bagi komunitas lokal.

Gerry juga menyoroti masalah seperti perusakan lingkungan, kerusakan sosial, dan pelanggaran hak asasi manusia yang sering terjadi di daerah-daerah pertambangan.

“Bahwa keuntungan ekonomi dari pertambangan acap kali lebih banyak dinikmati perusahaan besar dan elite politik. Sementara masyarakat lokal hanya menerima sedikit manfaat,” ungkapnya.

Di mata Gerry, adanya ancaman kerusakan lingkungan harus menjadi motivasi banyak kalangan untuk berusaha menjaga lingkungan. Bukan hanya ramah teradap manusia, tapi juga ramah terhadap alam.

Gerry menyarankan tiga hal yang dapat dilakukan oleh Muhammadiyah. Pertama, Muhammadiyah diharapkan tetap aktif melakukan dialog di tengah krisis iklim untuk mencari solusi yang efektif dan berkelanjutan. Karena persoalan ini harus melibatkan semua komponen masyarakat.

Kedua, melihat masalah melihat krisis iklim dari kaca mata emansipatoris yang menekankan keadilan sosial, kesetaraan, dan pemberdayaan masyarakat.

“Emansipasi itu berhubungan dengan pembebasan. Kita di dunia akademis dekat dengan keinginan orang untuk merdeka, bebas bermimpi dengan masa depannya yang lebih baik,” kata Gerry.

Ketiga, memikirkan dimensi bumi. Ideologi Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad Dahlan, lebih banyak menyentuh masalah sosial. Dimensi sosialnya sangat kita. Sementara bumi juga membutuhkan solidaritas.

“Bagi kita, bumi juga mengeluarkan jeritan, pohon juga sengsara. Sama dengan orang miskin, alam juga butuh pertolongan, butuh kesetiakawanan. Bagaimana kita bisa mendengar perasaan yang ada bumi tentu butuh kepekaan. Para ahli ekologi bisa melakukan. Karenanya, jangan sampai ahli ekologi bisa dibeli untuk merusak,” jelas Gerry.

Gerry juga menjelaskan soal seberapa besar peran agama dalam mendukung gerakan ekologis. Menurut dia, peran agama di Indonesia sangat besar, beda di negerinya Australia yang sekuler.

Di Indonesia, sebut dia, pergerakan lingkungan dengan motivasi agama sangat menonjol, sementara di Australia tidak kelewat terlihat atau tidak terlalu keluar.

“Tapi saya kira concern itu asal hatinya murni, Itu yang penting, kan? Dan yang sekuler juga bisa diajak bekerja sama. Karena kecemasannya sama. Motivasinya sama, yaitu menuju dunia yang lebih adil,” pungkas dia.

Reporter: Ubay NA

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer