21.9 C
Malang
Selasa, Maret 11, 2025
KilasBedah Revisi KUHAP dan Kewenangan Penyidikan Polri, Fokal IMM dan FH UMT...

Bedah Revisi KUHAP dan Kewenangan Penyidikan Polri, Fokal IMM dan FH UMT Gelar Seminar Nasional

Seminar Nasional 'Revisi KUHAP dan Pemantapan Kewenangan Penyidikan Polri', Rabu (26/2/2025). (Foto: Tajdid.id)
Seminar Nasional ‘Revisi KUHAP dan Pemantapan Kewenangan Penyidikan Polri’, Rabu (26/2/2025). (Foto: Tajdid.id)

MAKLUMAT — Pimpinan Pusat (PP) Forum Keluarga Alumni (Fokal) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) bekerja sama dengan Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) menggelar seminar nasional bertajuk ‘Revisi KUHAP dan Pemantapan Kewenangan Penyidikan Polri’, Rabu (26/2/2025).

Menghadirkan sejumlah pakar hukum dan kriminologi, antara lain Adrianus Eliasta Sembiring Meliala, Suparji Ahmad, Yusuf Warsyim, hingga Auliya Khasanofa, acara tersebur menarik perhatian akademisi, mahasiswa, serta para praktisi hukum yang ingin mendalami perubahan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

Pergesekan Kelembagaan dalam Penyidikan

Dalam paparannya, pakar kriminologi Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menyoroti ego kelembagaan dalam penegakan hukum. Ia mengutip pernyataan Kapolri tentang “ada yang mengganggu kita” dan sikap Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menekankan asas dominus litis (kendali penuh atas perkara).

“Bagi publik, tidak penting apakah kepolisian atau kejaksaan yang menjadi penyidik utama, karena keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Kekhawatirannya adalah terjadinya fenomena ‘keluar dari mulut singa masuk ke mulut buaya’, yang dapat merugikan masyarakat,” ujarnya, mengutip jaringan media AfiliasiMu, Tajdid.id pada Kamis (27/2/2025).

Isu Upaya Paksa dalam Revisi KUHAP

Sementara itu, Suparji Ahmad dari Universitas Al Azhar memaparkan sejumlah poin krusial dalam revisi KUHAP. Ia menyoroti perlunya kejelasan dalam perluasan upaya paksa, yang mencakup penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, penyitaan, hingga penyadapan.

“Tidak ada aturan mengenai ‘keadaan mendesak’ dalam penyitaan. Izin dari Ketua Pengadilan Negeri tetap diperlukan, yang bisa menghambat penyidikan,” jelasnya. Ia juga mempertanyakan apakah larangan bepergian bagi tersangka dapat dikategorikan sebagai upaya paksa.

Di sisi lain, Anggota Kompolnas RI, Yusuf Warsyim menandaskan bahwa dalam revisi KUHAP, terminologi seperti “segera” dalam Pasal 111 ayat (1) dan (2) perlu diperjelas durasi waktunya dan akibat hukum jika tidak dipenuhi.

“Begitu pula dengan kata ‘wajib’ dalam Pasal 104, 108, dan 116 ayat (4), harus ada konsekuensi hukum bagi penyidik yang tidak memenuhi kewajiban mereka,” tegasnya.

Kewenangan Penyidikan Polri dalam Perspektif HTN

Wakil Rektor I UMT, Auliya Khasanofa, juga menekankan pentingnya meninjau penguatan kewenangan penyidikan Polri dari sudut pandang hukum tata negara (HTN). Ia menegaskan bahwa pembagian kewenangan antar lembaga penegak hukum harus jelas dan tidak tumpang tindih.

“Penguatan kewenangan penyidikan Polri harus tetap dalam batasan konstitusi dan undang-undang, agar tidak melanggar HAM dan tidak menimbulkan konflik dengan Kejaksaan maupun KPK,” tuturnya. Dengan kewenangan yang tegas dan terukur, potensi penyalahgunaan kekuasaan dapat diminimalkan.

Sekadar informasi, acara tersebut juga turut dihadiri Ketua Umum PP Fokal IMM yang juga Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Ma’mun Murod Albarbasy, Rektor UMT Desri Arwen, serta Dekan FH UMT Dwi Nur Fauziah Ahmad.

Melalui giat seminar tersebut, diharapkan revisi KUHAP dapat menghasilkan sistem hukum yang lebih adil dan jelas, serta mengoptimalkan peran penyidik dalam proses penegakan hukum di Indonesia.

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

BACA JUGA ARTIKEL TERKAIT

ARTIKEL LAINNYA

Populer