
MAKLUMAT — Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah (UM) Bima mengkritisi pengalokasian sebagian besar dana APBD 2025 Kota Bima untuk pembangunan mes Kejaksaan Negeri (Kejari) dan asrama Polres Bima Kota.
Sekadar diketahui, proyek tersebut menjadi sorotan banyak pihak, terutama dari kalangan mahasiswa. Alokasi anggaran yang besar untuk proyek tersebut menuai banyak penolakan dan mengundang pertanyaan besar mengenai prinsip efisiensi anggaran yang digaungkan pemerintah.
Presiden BEM UM Bima, Nabil Fajaruddin, menilai bahwa efisiensi anggaran adalah konsep yang mengedepankan penggunaan sumber daya secara optimal untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan biaya sekecil mungkin.
“Dalam konteks pemerintahan, efisiensi anggaran seharusnya berfokus pada prioritas yang mendesak dan memberikan dampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat. Namun, pembangunan mes Kejaksaan dan asrama Polres Bima Kota jelas bertentangan dengan prinsip efisiensi ini,” ujarnya, dalam keterangan yang diterima Maklumat.ID, Kamis (24/4/2025).
Ketidakpekaan Terhadap Kebutuhan Masyarakat

Di tengah berbagai masalah sosial yang belum terselesaikan di Bima, seperti kemiskinan, pengangguran, dan keterbatasan infrastruktur publik, Nabil menilai pembangunan fasilitas untuk aparat negara justru terasa seperti langkah yang tidak tepat sasaran.
Pemerintah Kota Bima, kata dia, harusnya lebih fokus mengalokasikan anggaran untuk sektor-sektor yang dapat langsung meningkatkan kualitas hidup masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Mengalihkan anggaran untuk proyek yang tidak memiliki dampak langsung pada kesejahteraan rakyat akan menambah kesan bahwa kebijakan efisiensi anggaran hanyalah sebuah klaim tanpa aksi nyata.
Dalam keterangannya, Nabil menegaskan bahwa BEM UM Bima menolak keras kebijakan tersebut. Proyek tersebut dianggap sebagai bentuk pemborosan anggaran yang tidak seharusnya terjadi di tengah keterbatasan dana dan krisis ekonomi.
“Di tengah krisis ekonomi dan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat, menghabiskan anggaran untuk fasilitas bagi aparat negara adalah sebuah keputusan yang tidak berpihak pada rakyat,” tandasnya.
“Penolakan ini mencerminkan keresahan publik yang merasa bahwa alokasi anggaran seharusnya lebih memperhatikan kebutuhan mendesak mereka, bukan sekadar membangun fasilitas bagi institusi negara yang sudah memiliki cukup banyak sumber daya,” sambung Nabil.
Lebih lanjut, Nabil memberikan catatan penting bahwa dalam era yang mengutamakan transparansi dan akuntabilitas publik, kebijakan tersebut alih-alih memperbaiki citra, justru malah berisiko memperburuk citra pemerintahan yang dinilai tidak peka terhadap keadaan dan kebutuhan masyarakat.
“Seharusnya, dalam kebijakan efisiensi anggaran, pemerintah Kota Bima dapat lebih bijaksana dalam memilih proyek-proyek yang benar-benar dapat memperbaiki kondisi sosial-ekonomi, bukan justru mengalokasikan anggaran untuk proyek-proyek yang tidak langsung menguntungkan rakyat,” tegasnya.
Pemerintah daerah, kata dia, harus menyadari bahwa efisiensi anggaran bukan sekadar menekan pengeluaran, tetapi juga tentang mengutamakan alokasi dana untuk program yang lebih berdampak luas bagi masyarakat. Ketika anggaran publik digunakan untuk kepentingan segelintir pihak, maka yang terjadi bukanlah efisiensi, tetapi pemborosan yang menciptakan ketimpangan.
Oleh karena itu, kebijakan pembangunan mes dan asrama ini perlu dievaluasi ulang. Penggunaan APBD 2025 harus lebih fokus pada kebutuhan rakyat, bukan sekadar memenuhi fasilitas internal bagi aparat negara.
Bakal Galang Gerakan Besar
Tak hanya itu, sebagai bentuk protes, Nabil mengungkapkan bahwa BEM UM Bima bakal menggalang gerakan besar-besaran untuk menuntut penghentian proyek ini. Ia menyebut, gerakan itu adalah wujud dari kegelisahan masyarakat yang merasa bahwa kebijakan ini tidak mencerminkan prinsip efisiensi anggaran yang sebenarnya.
“Jika pemerintah Kota Bima ingin menunjukkan komitmennya terhadap efisiensi anggaran, maka mereka harus segera memprioritaskan kebutuhan publik yang lebih mendesak dan memberikan dampak nyata bagi kehidupan masyarakat,” sorotnya.
Ia menegaskan, pemerintah Kota Bima harus segera merefleksikan kembali kebijakan ini. Anggaran yang ada seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya untuk membangun fasilitas yang hanya menguntungkan aparat negara.
“Kebijakan efisiensi anggaran tidak hanya tentang mengurangi pengeluaran, tetapi tentang bagaimana anggaran tersebut dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat,” pungkas Nabil.