SEKRETARIS Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti menegaskan bahwa politik dalam pandangan Muhammadiyah adalah termasuk wilayah muamalah duniawiyah. Oleh karenanya diberikan kebebasan atau fleksibilitas untuk melakukan kreasi dalam berpolitik.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menjelaskan, dalam ushul fikih, hukum asal muamalah duniawiyah adalah semua boleh kecuali ada dalil yang melarangnya. Berbeda halnya dengan ibadah, yang hukum asalnya semua tidak boleh sampai ada perintah.
“Sebab politik adalah urusan muamalah duniawiyah, maka tentu urusan-urusaan politik menjadi ‘banyak bolehnya’. Kita diberikan kebebasan untuk mengembangkan berbagai bentuk kreativitas. Itu karena memang tidak ada contohnya dan tidak ditentukan bentuknya. Sistem politik tidak dijelaskan ataupun dicontohkan oleh Nabi Muhammad di zamannya,” kata Prof Mu’ti.
Meski begitu, Prof Mu’ti mewanti-wanti pentingnya akhlak dan moralitas dalam berpolitik. Sebab, berpolitik juga soal bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Sehingga, akhlak harus dimiliki dan dikuatkan oleh para politisi.
“Muhammadiyah juga memandang politik sebagai bagian dari berdakwah, yakni sebagai wadah untuk menghadirkan dan mentransformasikan ajaran Islam ke dalam seluruh aspek kehidupan,” paparnya.
Mubaligh asal Kudus, Jawa Tengah itu kemudian mencontohkan dakwah yang dilakukan oleh Wali Songo juga menyasar sektor politik, yakni dengan pendekatan struktural. Bahkan sebagai bagian dari strategi dalam mengantarkan tujuan dan misi dakwah Islam.
“Para wali dalam menyebarkan ajaran agama Islam itu kan menggunakan pendekatan struktural kekuasaan. Dengan kata lain menggunakan politik sebagai alat berdakwah,” tandasnya. Hal itu disampaikan Prof Mu’ti dalam tausiyah di Gerakan Subuh Mengaji (GSM) PWM Jawa Barat, Ahad (5/11/2023) lalu. (*)
Reporter: Ubay
Editor: Aan Hariyanto