Berthing Priority dan Janji Tata Kelola Logistik yang Lebih Tertib

Berthing Priority dan Janji Tata Kelola Logistik yang Lebih Tertib

MAKLUMAT – Pengelolaan jadwal sandar kapal kerap menjadi titik krusial dalam sistem logistik pelabuhan. Jika tak tertata dengan baik, dampaknya bukan hanya keterlambatan bongkar muat, tetapi juga kerugian finansial dalam bentuk denda demurrage.

Untuk mengatasi persoalan ini, PT Terminal Teluk Lamong (TTL) mulai menerapkan pendekatan baru yang disebut berthing priority. Ini merupakan konsep penjadwalan tambat kapal yang menjanjikan efisiensi dan kepastian layanan.

Sebelumnya, TTL menerapkan sistem FIFO (first in, first out). Setiap kapal yang tiba lebih dulu, mendapat hak sandar lebih awal. Namun, sistem itu kurang fleksibel dalam menjawab dinamika logistik modern.

Kini, urutan sandar tak lagi bergantung pada waktu kedatangan. TTL mengacu pada booking schedule dari cargo owner, baik sebelum maupun setelah kapal berangkat dari pelabuhan asal (port of loading).

Transparansi dan Digitalisasi Layanan

Menurut Direktur Utama PT TTL, David Pandapotan Sirait, perubahan ini bagian dari komitmen perusahaan dalam mendorong terciptanya ekosistem logistik yang lebih transparan dan efisien.

“Kami percaya bahwa digitalisasi dan keterbukaan informasi dalam perencanaan tambat kapal merupakan kunci membangun kepercayaan dan efisiensi layanan. Berthing priority menjadi salah satu inovasi untuk mewujudkan hal ini,” ujar David saat membuka acara sosialisasi SOP berthing priority di Surabaya, 4 Juli 2025.

Sosialisasi tersebut diselenggarakan di Hotel Morazen Surabaya, dengan melibatkan berbagai pihak. Misalnya agen pelayaran, cargo owner, pengusaha logistik curah kering, hingga asosiasi pelayaran seperti Indonesia Shipping Agencies Association (ISAA).

Baca Juga  Cetak SDM Unggul Lewat CTO, TTL Menuju Terminal Global

Keterlibatan dan Peran Stakeholder

Selain menjadi ruang edukasi, forum ini juga menjadi wadah masukan terbuka bagi pemangku kepentingan pelabuhan.

Kepala KSOP Utama Tanjung Perak, Agustinus Maun, yang turut hadir dalam acara tersebut, menyambut positif kebijakan ini. Ia menyatakan bahwa pelabuhan modern harus mampu menyelaraskan inovasi teknologi dengan keberlanjutan layanan.

“Kita sudah memiliki TBS (terminal booking system), berthing priority, dan mewajibkan semua pelabuhan memiliki business continuity plan (BCP) agar operasional bisa terus berjalan lancar,” kata Agustinus.

Baginya, berthing priority bukan semata soal efisiensi teknis. Ini adalah instrumen kolaboratif yang mengajak semua pihak, dari pelayaran, pemilik barang, hingga otoritas pelabuhan, untuk menyusun ritme logistik yang lebih sinkron. Forum seperti ini penting sebagai bentuk evaluasi dan untuk mendengarkan keluhan maupun saran dari para pelaku industri.

Terobosan dan Added Value

Secara praktis, berthing priority menghadirkan sejumlah keuntungan. Pertama, kapal dapat merencanakan waktu kedatangan dan sandar secara lebih pasti. Dengan demikian, bisa meminimalkan risiko denda karena keterlambatan.

Kedua, proses bongkar muat menjadi lebih terstruktur. Sekaligus membuka peluang bagi pelayaran untuk mendapatkan dispatch, insentif atas percepatan layanan.

Ketiga, jadwal sandar yang jelas juga memudahkan perawatan alat bongkar muat seperti crane dan peralatan pendukung lainnya. Juga menghindarkan dari waktu mati (downtime) yang tak perlu. Terakhir, sistem ini mengoptimalkan penggunaan dermaga karena tambat kapal lebih strategis dan responsif terhadap kebutuhan layanan.

Baca Juga  Terminal Teluk Lamong Resmi Kelola TPK Berlian, Pelindo Fokus Efisiensi Bisnis

Dengan inovasi ini, entitas bisnis milik Pelindo Terminal Petikemas ini berupaya menegaskan posisinya sebagai pelabuhan masa depan yang berbasis teknologi. Meski implementasi ini baru berjalan di Pelabuhan Tanjung Perak, konsep berthing priority berpotensi menjadi model percontohan nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *