Cara Membaca Al-Qur’an ala KH Ahmad Dahlan: Dari Tilawah hingga Aksi Sosial

Cara Membaca Al-Qur’an ala KH Ahmad Dahlan: Dari Tilawah hingga Aksi Sosial

MAKLUMAT – Banyak orang bisa membaca Al-Qur’an dengan tartil, bahkan menghafalnya hingga 30 juz. Namun, pertanyaan pentingnya adalah: apakah mereka memahami arti dan pesan ayat-ayat yang dibacanya?

Hal ini menjadi sorotan M. Husnaini, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PWM DIY, dalam ceramahnya di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Ahad (10/8/2025). Menurut dia, fenomena hafalan tanpa pemahaman justru berisiko menjadikan Al-Qur’an sekadar ritual, bukan petunjuk hidup.

“Banyak anak-anak yang hafal puluhan juz, tapi ketika ditanya arti surat-surat pendek, mereka tidak tahu. Sama halnya dengan orang yang sudah puluhan tahun salat, tapi tidak paham arti bacaan ‘Rabbana wa laka al-hamd’,” ujar Husnaini dikutip dari laman Muhammadiyah.

Empat Tahapan Interaksi dengan Al-Qur’an

Dalam ceramahnya, Husnaini menjelaskan ada empat tahapan penting dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an:

  1. Tilawah – membaca Al-Qur’an dengan tartil sesuai tajwid.

  2. Qiraah – membaca sambil memahami terjemahan ayat.

  3. Tadarus – mempelajari tafsir dan asbabun nuzul, serta mendiskusikan makna ayat.

  4. Tadabbur – mengamalkan Al-Qur’an sebagai solusi nyata bagi persoalan hidup.

Tahapan ini, menurut Husnaini, merupakan kunci agar Al-Qur’an tidak hanya berhenti sebagai bacaan, tetapi benar-benar menjadi pedoman hidup.

Teladan KH Ahmad Dahlan

Husnaini menegaskan bahwa KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, telah mempraktikkan keempat tahapan tersebut. Beliau tidak hanya membaca Al-Qur’an dengan tartil, tetapi juga memeriksa terjemahannya, mendalami tafsir, dan yang paling penting, mengamalkan kandungan ayat dalam kehidupan nyata.

Baca Juga  Abah Shol Ingatkan Pimpinan Muhammadiyah Jadi Teladan dan Profesional di Setiap Tugas

“KH Ahmad Dahlan selalu bertanya: jika ayat ini perintah, apakah saya sudah melaksanakan? Jika larangan, apakah saya sudah meninggalkan?” jelas Husnaini.

Contoh yang paling terkenal adalah pengamalan surat Al-Ma’un. KH Ahmad Dahlan tidak sekadar membaca ayat itu berulang-ulang, tetapi memaknainya sebagai perintah untuk menolong fakir miskin dan anak yatim. Dari sinilah lahir amal usaha Muhammadiyah, mulai dari panti asuhan, rumah sakit, hingga sekolah, yang kini berkembang sampai ke 27 negara.

Dari Ritual ke Gerakan Sosial

Menurut Husnaini, inilah yang membedakan KH Ahmad Dahlan. Beliau menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi untuk gerakan sosial. Interaksi dengan Al-Qur’an tidak berhenti pada bacaan, melainkan berubah menjadi aksi nyata.

Sayangnya, sebagian umat Islam masih menjadikan Al-Qur’an hanya sebatas ritual. Misalnya, mengundang orang untuk mengkhatamkan Al-Qur’an dengan bayaran, tanpa mengamalkan isinya. “Itu seperti menyewa tenaga kebersihan. Rumah bersih sebentar, tapi kotor lagi karena kita tidak menjaganya sendiri,” kritik Husnaini.

Al-Qur’an sebagai Petunjuk Hidup

Mengakhiri ceramahnya, Husnaini mengajak umat Islam untuk meneladani KH Ahmad Dahlan dengan meningkatkan kualitas interaksi bersama Al-Qur’an: dari tilawah menuju qiraah, lalu tadarus, hingga mencapai tadabbur.

“Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca, tetapi untuk dipahami dan diamalkan. Inilah yang dilakukan KH Ahmad Dahlan, dan inilah yang seharusnya kita lakukan,” pungkasnya.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *