Celios Perkirakan Kerugian Ekonomi Akibat Banjir Bandang di Sumatera Capai Rp68,67 Triliun

Celios Perkirakan Kerugian Ekonomi Akibat Banjir Bandang di Sumatera Capai Rp68,67 Triliun

MAKLUMAT — Lembaga Center of Economic and Law Studies (Celios) menyoroti dampak kerugian ekonomi akibat banjir bandang yang melanda sejumlah daerah di Pulau Sumatera, khususnya di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Dalam rilis terbaru yang disampaikan oleh peneliti Celios, Nailul Huda dan Bhima Yudhistira Adhinegara dengan tajuk “Dampak Kerugian Ekonomi Bencana Banjir Sumatera” pada Ahad (30/11/2025), Celios menyoroti besarnya deforestasi yang dinilai menjadi pemicu munculnya bencana ekologis.

Selain itu, desa-desa yang menjadi basis sektor tambang disebut memiliki potensi lebih besar untuk terjadinya bencana ekologis jika dibandingkan dengan desa-desa non-tambang.

Akibat bencana ekologis yang terjadi di Sumatera pada periode November 2025 ini, kerugian diperkirakan mencapai Rp68,67 triliun.

Besarnya kerugian tersebut diasumsikan melalui lima jenis, yakni kerugian rumah dengan masing-masing mencapai Rp30 juta per rumah, kerugian jembatan dengan masing-masing biaya pembangunan mencapai Rp1 miliar, serta kerugian pendapatan keluarga sesuai dengan pendapatan rata-rata harian masing-masing provinsi yang dikalikan dengan 20 hari kerja.

Selain itu, asumsi perhitungan kerugian ekonomi akibat banjir bandang di Sumatera juga dilihat dari kerugian lahan sawah dengan kehilangan mencapai Rp6.500 per kilogram dengan asumsi per hektare dapat menghasilkan 7 ton, hingga biaya perbaikan jalan per 1.000 meter yang mencapai Rp100 juta.

“Angka ini mencakup kerusakan rumah penduduk, kehilangan pendapatan rumah tangga, rusaknya fasilitas infrastruktur jalan dan jembatan serta kehilangan produksi lahan pertanian yang tergenang banjir-longsor,” terangnya.

Baca Juga  KPU Ingatkan Caleg Terpilih: Belum Lapor Harta Kekayaan Terancam Tak Dilantik

Secara spesifik, Celios menyebut bahwa kerugian ekonomi Provinsi Aceh diproyeksikan mencapai Rp2,2 triliun, Provinsi Sumatera Utara mencapai Rp2,07 triliun, dan Sumatera Barat sebesar Rp2,01 triliun.

Dalam rilisnya, Celios menilai bahwa bencana ekologis dipicu oleh alih fungsi lahan karena deforestasi sawit dan pertambangan.

“Sementara sumbangan dari tambang dan sawit bagi provinsi Aceh misalnya tak sebanding dengan kerugian akibat bencana yang ditimbulkan,” tegasnya.

Atas dasar tersebut, Celios mendesak agar pemerintah betul-betul melakukan langkah nyata. Moratorium izin tambang baru, termasuk perluasan, evaluasi total seluruh perusahaan yang memegang izin, hingga menagih izin reklamasi harus dilakukan, supaya bencana serupa tidak terulang kembali.

Tak cuma tentang moratorium tambang, Celios juga mendesak moratorium izin perkebunan sawit harus menjadi solusi final. Studi Celios bersama Koalisi Moratorium Sawit pada tahun 2024, disebut menunjukkan skenario dampak implementasi kebijakan moratorium sawit dan replanting mampu menciptakan kontribusi ekonomi pada tahun 2045, serta penyerapan tenaga kerja hingga 761 ribu orang.

Angka tersebut, tulis Celios, sangat signifikan jika dibandingkan dengan jika terus-menerus membuka lahan baru, yang memicu deforestasi dan cenderung negatif di semua aspek ekonomi maupun lingkungan.

“Celios mendesak moratorium segera izin tambang dan perluasan kebun sawit. Sudah waktunya beralih ke ekonomi yang lebih berkelanjutan, ekonomi restoratif. Tanpa perubahan struktur ekonomi, bencana ekologis akan berulang dengan kerugian ekonomi yang jauh lebih besar,” tandasnya.

Baca Juga  Dunia Politik sebagai Jalan Pengabdian, Bukan Sekadar Kursi Kekuasaan

Rilis lengkap Celios terkait kerugian ekonomi akibat banjir bandang yang melanda Sumatera dapat diunduh pada link berikut: Rilis Celios

*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *