MAKLUMAT – Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Edy Wuryanto menceritakan pengalamannya dua kali mengikuti kontestasi Pemilihan Legislatif (Pileg), yakni tahun 2019 dan 2024 dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah III, yang meliputi Blora, Rembang, Pati, serta Grobogan.
Menurut Edy, untuk bisa membangun kekuatan di konstituen harus berbasis patron klien, yang itu tidak bisa instan. Selain itu, terdapat setidaknya tiga karakter dasar yang harus dimiliki dalam membangun konstituen tersebut.
“Harus ngayomi (memberi rasa nyaman), ngayemi (memberi rasa aman), ngayani (memberi penghidupan/membantu). Dan jangan pernah sekali-kali mengambil dari bawah, opo maneh ngapusi (apalagi membohongi). Harus ada keinginan untuk membantu, sekecil apapun itu,” ujarnya saat menjadi pembicara pada Pelatihan Ideologi Kepemimpinan Nasional (PIKNAS) di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ahad (15/9/2024).
Sebab itu, kata Edy, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) perlu memformulasikan skenario besar yang matang dan berjangka Panjang dalam rangka menyukseskan kader-kader politik Muhammadiyah untuk bisa melenggang dalam kontestasi politik, baik eksekutif maupun legislatif.
“Butuh skenario besar, gak bisa instan, gak bisa tiba-tiba nyaleg terus berharap menang, harus disiapkan, tidak sesederhana itu,” kata pria yang juga pernah menjabat Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) itu.
“Saya mengharapkan agar LHKP ini mempunyai rencana strategis, skenario yang harus disiapkan dengan matang untuk mendorong kader-kader politik Muhammadiyah, ini bukan hal sederhana, bukan hal mudah,” sambungnya.
Lebih lanjut, Edy menyebut kader-kader Muhammadiyah yang ingin terjun di dunia politik harus memiliki ideologi yang kokoh, memiliki tujuan serta mindset yang jelas.
“Tugas pertama dan terutama adalah memperkuat tenaga umat yang lemah, terbelakang, dan miskin, itu tujuan kita,” tegasnya.
Sebab itu, Edy berpesan kepada siapa pun kader Muhammadiyah untuk tidak menipu dirinya sendiri dengan berusaha menjadi atau meniru orang lain ketika berpolitik. Menurut dia, kader Muhammadiyah harus autentik dan menjadi dirinya sendiri.
“Siapa pun kader Muhammadiyah kalau ingin menjadi politisi, maka jadilah dirimu sendiri, menjadi tokoh bagi masyarakat setempat, jadilah tokoh bagi masyarakat yang ada di situ, jangan tergantung dan bergantung kepada siapa pun,” tegasnya.
Meski begitu, Edy mewanti-wanti bahwa berpolitik adalah merebut kekuasaan, dan untuk merebut kekuasaan itu dalam realitas politik saat ini dibutuhkan pengetahuan (pintar/intelektual), uang (finansial), serta kekuatan (kerja keras).
“Gak cukup cuma pintar, politik itu butuh modal, butuh duit, kita berkampanye kesana-kemari itu kan ada logistiknya, butuh transport, itu semua kan pakai duit, jadi pasti politik itu butuh duit,” ungkapnya.
“Terakhir, kalau memang mungkin finansialnya terbatas, misalnya seperti saya ini sadar gak duwe duit (tidak punya uang), maka harus punya kekuatan, otot, harus bekerja keras dengan tenaganya,” imbuh Edy.
Untuk diketahui, Edy Wuryanto adalah kader Muhammadiyah yang juga pernah menjabat Wakil Rektor Bidang Keuangan di Unimus, yang kemudian memutuskan terjun ke dunia politik dengan bergabung ke PDIP, lalu mengikuti kontestasi Pileg 2019 dari Dapil Jawa Tengah III dan berhasil melenggang ke Senayan.
Saat ini, Edy menjabat di Komisi IX DPR RI dan pada Pileg 2024 lalu, dia kembali berhasil lolos ke Senayan. Di Dapil Jawa Tengah III pada Pileg 2024 saat itu, PDIP berhasil meraup 713.535 suara dan berhak mendapatkan tiga kursi.
Kursi pertama PDIP ditempati oleh Haryanto yang mendapatkan 135.086 suara, kemudian kursi kedua partai berlogo kepala banteng itu ditempati oleh Evita Nursanty dengan 114.060 suara. Sedangkan kursi ketiga PDIP diduduki oleh Edy Wuryanto yang meraih 98.008 suara.
Reporter: Ubay NA