Coblos Caleg atau Partai? Begini Tawaran Gagasan LHKP PP Muhammadiyah

Coblos Caleg atau Partai? Begini Tawaran Gagasan LHKP PP Muhammadiyah

MAKLUMAT — Ketua LHKP PP Muhammadiyah, Dr phil Ridho Al-Hamdi MA, memaparkan tawaran sistem pemilu yang memungkinkan pemilih mencoblos calon legislatif, lambang partai, atau keduanya sekaligus dalam satu surat suara.

Gagasan itu ia sampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk ‘Jalan Tengah Sistem Pemilu Indonesia: Mencari Titik Temu Perdebatan Sistem Proporsional Terbuka dan Proporsional Tertutup‘, yang digelar LHKP PWM Jawa Timur pada Ahad (13/7/2025).

Sistem yang disebut Moderate List Proportional Representation (MLPR) ini merupakan alternatif dari sistem proporsional terbuka dan tertutup. Ridho menjelaskan bahwa MLPR dirancang untuk menjembatani perdebatan panjang yang cenderung dikotomis dan tidak produktif.

“MLPR tetap mengadopsi prinsip dasar sistem proporsional terbuka, tetapi dengan penyempurnaan yang membuatnya lebih moderat,” ujarnya.

Dalam sistem ini, pemilih memiliki fleksibilitas yang lebih besar. Mereka bisa memilih satu nama calon legislatif sesuai preferensinya. Jika tidak mengenal nama caleg, pemilih juga bisa hanya mencoblos lambang partai. Atau, bila ingin memastikan suaranya terhubung langsung ke partai dan individu, pemilih juga diperbolehkan mencoblos keduanya, dengan syarat berasal dari partai yang sama.

“Pemilih bebas mencoblos nama caleg atau lambang partai, bahkan keduanya, selama berasal dari partai yang sama,” katanya.

MLPR juga dirancang agar tetap sesuai dengan prinsip One Person One Vote One Value (OPOVOV). Suara yang dicoblos untuk dua entitas (caleg dan partai) tetap dihitung sebagai satu suara sah. Nilainya akan dibagi setengah untuk partai, setengah untuk caleg, tanpa mengurangi bobot suara secara keseluruhan.

Baca Juga  Pemilu 2024: Koalisi Kepentingan Para Elite Partai

Namun, Ridho mengingatkan satu hal yang wajib diperhatikan: surat suara akan dianggap tidak sah apabila pemilih mencoblos nama caleg dan lambang partai dari partai yang berbeda. “Kalau coblos caleg dari partai A dan lambang partai B, maka surat suara itu tidak sah,” tandasnya.

Pria yang juga menjabat Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu menyebut bahwa model yang seperti ini bertujuan untuk menyempurnakan dan memudahkan. Namun ia tetap berharap ada banyak masukan agar lebih sempurna ke depannya.​

*) Penulis: M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *