CubeBot: Robot Edukasi yang Menantang Dominasi Gawai di Sekolah Dasar

CubeBot: Robot Edukasi yang Menantang Dominasi Gawai di Sekolah Dasar

MAKLUMAT – Di banyak ruang kelas dan rumah tangga hari ini, gawai sudah menjadi “teman akrab” anak-anak. Ia hadir di sela waktu istirahat sekolah, saat jam makan, hingga sebelum tidur. Fenomena ini bukan hanya soal hiburan, melainkan cermin dari cara generasi muda menghabiskan waktu dan mengakses informasi.

Di balik kemudahan dan konektivitas ini, terselip persoalan pelik: interaksi fisik berkurang, kreativitas tersisih, dan keterampilan motorik nyaris tak terlatih.

Kenyataan itu yang mendorong lima mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menciptakan CubeBot — robot edukasi modular, untuk mengalihkan perhatian anak-anak ke arah yang lebih sehat dan kreatif.

“Banyak anak kelas 4 sampai 6 SD yang kecanduan gawai. Kami ingin cari cara agar teknologi tetap mereka gunakan, tapi untuk sesuatu yang lebih bermanfaat,” kata Muhamad Reza Pahlawan, mahasiswa Teknik Elektro yang menjadi motor ide ini.

Kolaborasi Lintas Disiplin

Proyek CubeBot bukan lahir dari satu jurusan saja. Selain Reza dan dua rekannya di Teknik Elektro, ada mahasiswa Akuntansi yang mengurus aspek keuangan, dan mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang memastikan pendekatan pedagogisnya tepat sasaran.

Hasilnya, sebuah robot yang “ramah anak”: mudah digunakan, aman, dan bisa dirakit menjadi tiga model berbeda—line follower (mengikuti garis), transporter (memindahkan barang), dan avoid obstacle (menghindari rintangan). Sifat modular ini menjadi pembeda utama CubeBot dari produk sejenis yang biasanya hanya menawarkan satu fungsi.

Baca Juga  Muhammadiyah-FSGI Protes Dedi Mulyadi; Kebijakan Kuota 50 Siswa Per Kelas Berdampak Langsung ke Sekolah Swasta

“Satu robot bisa jadi beberapa model, jadi anak-anak bisa belajar lebih banyak dan tidak cepat bosan,” ujar Reza.

Belajar Coding Tanpa Takut Rumit

Tidak semua anak SD siap berhadapan dengan baris-baris kode rumit. Karena itu, CubeBot diprogram menggunakan MBlock, aplikasi visual yang memanfaatkan metode drag and drop. Anak cukup menarik blok-blok instruksi dan menyusunnya seperti puzzle.

“Dengan MBlock, mereka bisa paham logika pemrograman tanpa stres. Belajar coding jadi menyenangkan,” jelas Reza.

Pendekatan ini mengasah keterampilan kognitif melalui penyusunan logika, menstimulasi afektif lewat kerja sama tim, dan melatih psikomotorik saat anak merakit atau mengoperasikan robot.

Dari Sekolah ke Sekolah

CubeBot sudah melewati tahapan uji coba di beberapa sekolah, seperti SD Muhammadiyah 8 Malang dan SD Muhammadiyah 4 Malang. Target berikutnya: menjadikannya kegiatan ekstrakurikuler di lebih banyak sekolah di Malang dan Jawa Timur.

Bagi tim pengembang, misi CubeBot lebih dari sekadar inovasi teknis. Mereka ingin mencetak generasi yang bukan hanya melek teknologi, tapi juga kritis, kolaboratif, dan kreatif. Sebuah antitesis terhadap pasifnya interaksi akibat layar gawai.

“Teknologi itu netral. Tergantung kita memakainya untuk apa,” kata Reza. Dan lewat CubeBot, mereka membuktikan bahwa teknologi bisa menjadi ruang bermain yang cerdas—sekaligus ruang belajar yang menyenangkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *