MAKLUMAT — Co-Founder Watchdoc, Dandhy Dwi Laksono mengingatkan bahwa label “hijau” tidak selalu menandakan sesuatu yang ramah lingkungan. Ia menekankan pentingnya melihat sisi sosial hingga ekologis di balik setiap proses pengelolaan energi yang diklaim hijau.
Salah satunya adalah pada sawit yang digadang menjadi fondasi dari energi hijau. Pemikiran bahwa energi minyak berbahan fosil dapat diganti dengan sawit, tidak serta-merta menyelesaikan masalah
“Ketika fosil diganti sawit begitu saja, ternyata masalahnya malah bertambah. Bukan hanya emisi karbon, tapi juga konflik sosial,” katanya dalam Sekolah Kepemimpinan Nasional (SKN) PP Muhammadiyah di BBPPMPV Seni dan Budaya, Kabupaten Sleman, Selasa (18/11/2025).
Dandhy menjelaskan, ambisi Indonesia membangun industri sawit sejatinya ditopang oleh rakyat Indonesia yang menanggung dampaknya. Sama halnya dengan kendaraan listrik yang selama ini dianggap bagian dari industri hijau.
“Rendah karbon di kota, tinggi korban di kampung,” ujar seorang pria dalam video dokumentar yang ditampilkan Dandhy.
Begitu halnya dengan pemikiran yang menempatkan batubara sebagai energi kotor, sedangkan geotermal dianggap energi hijau. Memang geotermal itu lebih baik, namun cara pengelolaannya ternyata banyak menimbulkan konflik sosial.
Dandhy menekankan bahwa kategori “hijau” atau “kotor” tidak cukup menjelaskan dampak sesungguhnya. Selain itu, masalah energi di Indonesia seringkali bukan soal teknis, melainkan pendekatan sosiologis dan antropologis dalam pengelolaannya.
Ia menambahkan, sejarah kolonialisme juga memperlihatkan pola industri ekstraktif yang merusak alam dan menindas manusia. Dari penambangan emas Aztec oleh Spanyol hingga perbudakan besar di Afrika untuk Kuba, praktik ini selalu menempatkan kerakusan di atas kebutuhan hidup.
“Semua kerusakan pada skala itu selalu didorong oleh kebutuhan yang lebih besar dari kebutuhan perut, yakni kerakusan,” jelasnya.
Dandhy menegaskan bahwa manusia pada dasarnya tidak dilahirkan untuk merusak alam. Fitrah manusia tidak merusak lingkungan; yang menjadi masalah adalah kerakusan. Sifat ekstraktif bukanlah karakter alami homo sapiens, melainkan produk dari sistem yang menekankan eksploitasi sumber daya.
Oleh karenannya, Dandhy memperingatkan agar semua pihak mampu kritis terhadap label hijau yang mudah dipasarkan. “Intinya, jangan gampang termakan apa-apa yang dilabeli hijau,” tegas Dandhy.