MAKLUMAT — Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, menyebut serangan digital di media sosial (medsos) yang dialaminya sebagai bentuk pembungkaman dan praktik nyata otoritarianisme.
“Pembungkaman yang dialami oleh saya secara pribadi dengan pengintaian kegiatan di media sosial, peretasan akun, menjadi pertanda jatuhnya demokrasi, naiknya otoritarianisme dan semakin berada di persimpangan jalan,” tandas Neni, dalam keterangan tertulis yang diterima Maklumat.id, Kamis (17/7/2025).
“Saya tentu berharap negara sebagai pemegang otoritas hukum dan pembuat kebijakan masih membuka ruang untuk kebebasan berpendapat dan memberikan perlindungan hak berkumpul, berserikat dan berpendapat,” sambungnya.
Sebagai informasi, serangan digital melalui komentar-komentar kasar dan tak pantas, hingga peretasan, didapatkan Neni usai akun resmi Instagram Diskominfo Jabar berkolaborasi dengan @jabarprovgoid, @humas_jabar, @sapawarga_jabar, dan @jabarsaberhoaks, mengunggah video pada tanggal 16 Juli 2025, yang menampilkan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi (KDM) tengah menjelaskan, namun terdapat foto Neni di bagian kanan bawah, yang dicatut tanpa izin.

Neni sendiri diketahui sebelumnya telah mengunggah konten video di akun TikTok pribadinya @neninurhayati36 pada 5 Mei 2025 yang menyoroti kebijakan para kepala daerah dan kebebasan berpendapat dalam negara demokrasi. Neni menegaskan, video tersebut ditujukan kepada seluruh kepala daerah yang terpilih dalam Pilkada serentak 2024 dan sama sekali tidak menyebut nama Gubernur Jabar Dedi Mulyadi (KDM) secara khusus.
Namun, sejak unggahan di akun Diskominfo Jabar tersebut, Neni mengaku mendapatkan serangan serius di akun instagram pribadinya @neni1783 dan TikTok @neninurhayati36, bahkan ia juga mengaku akun-akunnya, termasuk akun WhatsApp (WA) pribadinya sempat mengalami peretasan.