Dekan FH UM Surabaya Soroti Penangkapan Aktivis, Sebut Ancaman Serius bagi Demokrasi

Dekan FH UM Surabaya Soroti Penangkapan Aktivis, Sebut Ancaman Serius bagi Demokrasi

MAKLUMAT — Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Satria Unggul Wicaksana Prakasa, menyoroti maraknya penangkapan terhadap sejumlah aktivis di berbagai daerah, termasuk Paul dan Faiz. Ia menilai langkah tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusional yang seharusnya dijunjung tinggi oleh negara.

Menurutnya, kebebasan untuk berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat adalah hak dasar yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Hak-hak tersebut, kata Satria, bahkan diperkuat dalam perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

“Betapa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengutarakan pendapat, itu adalah hak yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar 1945 di Pasal 28E Ayat 2, 28E Ayat 3, 28F, dan Pasal 28. Itu adalah hak yang melekat,” ujarnya dalam video yang diunggah oleh Lembaga Bantuan Hukum Surabaya melalui akun Instagram @ylbhi_lbhsurabaya pada Jumat (3/10/2025).

Ia juga menegaskan bahwa jaminan kebebasan berekspresi tidak hanya diatur dalam konstitusi, tetapi juga dalam hukum internasional melalui Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (Kovenan Sipol) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.

Satria menilai, demokrasi Indonesia akan terancam jika perlindungan terhadap hak-hak tersebut terus diabaikan. Ia menekankan bahwa kebebasan membaca, berdiskusi, dan mengutarakan pendapat kritis adalah fondasi utama bagi kehidupan demokrasi yang sehat.

Pria yang juga adalah Anggota Majelis Hukum Dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah itu menambahkan, “Ketika kemudian kritik, diskusi, berujung pemidanaan, maka ini adalah ancaman serius bagi demokrasi di Indonesia.”

Baca Juga  Mahasiswa UMM Mulai Diincar Perusahaan Pertanian Jepang

Ia berharap aparat penegak hukum dapat segera membebaskan Paul, Faiz, dan aktivis lain yang masih ditahan. Menurutnya, peristiwa ini menjadi ujian berat bagi demokrasi Indonesia sekaligus tantangan bagi aparat agar tidak terjebak dalam praktik anti-sains dan pembungkaman terhadap kebebasan sipil.

“Sekaligus menjadi tantangan bagi aparatur keamanan agar mereka tidak terjebak di dalam praktik-praktik anti-sains dan pembungkaman terhadap kebebasan sipil,” tandasnya.

*) Penulis: M Habib Muzaki / Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *