Dendy Murdiyanto: Dokter Gigi Pelopor Pasta Gigi Bunga Telang

Dendy Murdiyanto: Dokter Gigi Pelopor Pasta Gigi Bunga Telang

MAKLUMAT — Dendy Murdiyanto kecil bukan tipe anak yang keranjingan buku. Ia lebih suka membongkar barang-barang elektronik ketimbang duduk manis membaca. Radio rusak hingga kipas angin tua sering jadi “pasien” eksperimennya. Ketertarikan pada dunia teknologi itulah yang kelak mengantarkannya menjadi dokter gigi yang sukses mengolah bahan alam untuk merawat gigi dan mulut.

Pada era 1980-an, saat komputer masih jadi barang langka di rumah-rumah, Dendy kecil justru merengek minta ikut les komputer. Ia menjadi siswa termuda di kelas itu. “Teman saya semua udah gede, saya doang yang masih kecil,” ujar Dendy dilansir laman UMS.

Dendy lahir dan tumbuh di tengah keluarga guru. Meski begitu, orang tuanya tak pernah memaksanya mengikuti jejak mereka. Ia pun memilih jalan sendiri.

Lulus SMA, Dendy sempat kuliah di Teknik Arsitektur Universitas Sebelas Maret (UNS). Namun, hanya bertahan setahun. “Saya merasa kehilangan sisi humanis. Saya ingin ilmu yang melibatkan interaksi langsung dengan manusia,” ungkap pria asal Klaten itu.

Arah hidupnya berubah ketika ia pindah ke Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada (UGM). Menurutnya, kedokteran gigi adalah perpaduan antara seni, teknik, dan biologi. “Pas banget buat saya,” katanya.

Mulai Serius di Dunia Riset

Setelah lulus, Dendy menjalani wajib kerja sebagai dokter gigi di salah satu puskesmas terpencil di Kalimantan Selatan. Pengalaman itu membuka matanya tentang praktik di lapangan. “Awalnya semangat jadi dokter klinis. Tapi makin lama, saya justru tertarik dengan riset dan teknologi,” ungkapnya.

Baca Lainnya  Rektor UMM Raih Penghargaan Inovator Kemandirian Pendidikan Tinggi

Tahun 2008, Dendy memutuskan bergabung dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Saat itu, Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) belum berdiri. Ia memulai karier akademik sebagai kepala lab anatomi di Fakultas Kedokteran.

Ketika UMS mulai merintis FKG, Dendy termasuk penyusun proposal awal. Ia pun berpindah homebase ke FKG dan menjabat sebagai kepala laboratorium. Di tengah kesibukan, ia lanjut studi S2 di UGM dan menekuni riset tentang dental biomaterial.

“Indonesia ini kaya. Tapi hampir semua bahan kedokteran gigi kita impor,” katanya prihatin. Mulai dari bahan tambalan, pasta gigi, hingga gigi tiruan, hampir semuanya masih bergantung dari luar negeri.

Situasi ini makin terasa saat pandemi COVID-19 melanda. Pasokan bahan terganggu, harga melonjak, dan layanan gigi pun lumpuh. “Karena bahan nggak datang, praktik jadi berhenti. Dampaknya terasa banget,” tambahnya.

Pasta Gigi dari Bunga Telang

Sejak itu, Dendy makin serius mengembangkan bahan lokal. Salah satu riset unggulannya adalah formulasi pasta gigi dari bunga telang (Clitoria ternatea). Ia dan timnya meneliti ekstrak etanol bunga telang terhadap Streptococcus mutans dan Candida albicans selama dua tahun.

Hasilnya, pasta gigi ini tak cuma membersihkan, tapi juga bekerja sebagai antibakteri dan antijamur alami. Temuannya sudah dipublikasikan di jurnal internasional dan kini tengah disiapkan untuk tahap komersialisasi. “Sudah tahap akhir, harapannya bisa segera masuk ke industri,” ujarnya optimistis.

Baca Lainnya  MC Tuna Netra, Taufik Zulfikri, "Kami Ada Bukan untuk Dikasihani, Tapi untuk Diakui"

Tahun 2022, ia juga meneliti ekstrak etanol bawang putih (Allium sativum) sebagai pelarut bahan cetak alginat. Bawang putih mengandung allicin, senyawa aktif dengan efek antibakteri dan antijamur.

“Bawang putih kan mudah ditemukan. Ini bisa mencegah infeksi silang antara pasien dan dokter,” ujarnya. Penelitiannya menunjukkan bahwa konsentrasi tinggi ekstrak bawang putih efektif menekan pertumbuhan jamur.

Berbagai temuan riset itu mengantar Dendy meraih dua hak paten. Ia juga mengoleksi sejumlah hak cipta untuk modul pembelajaran dan metode edukasi berbasis teknologi.

Kini, sebagai Dekan FKG UMS, Dendy mendorong fakultasnya menjadi pusat pengembangan bahan alam kedokteran gigi. Ia juga aktif di organisasi seperti IPAMAGI dan Forum Komunikasi Kedokteran Gigi Islam, guna memperkuat jejaring riset nasional.

“Indonesia ini punya kekayaan hayati luar biasa. Sayang, masih sedikit yang menjadikannya objek penelitian terapan di bidang kedokteran gigi,” ujarnya.

Meski begitu, Dendy paham tidak semua mahasiswa ingin jadi peneliti. Namun, ia tak pernah bosan memotivasi. “Menjadi klinisi itu mulia. Tapi kalau semua jadi klinisi, siapa yang meneliti bahan-bahan medis kita?” katanya, serius.

Wajahnya tampak tegas saat menyuarakan keresahan itu. Baginya, kemandirian bahan medis adalah hal yang mendesak. “Kalau bahan dari luar mahal dan tak tersedia, kita tidak bisa bekerja. Kalau bisa tumbuh di kebun sendiri, kenapa harus beli dari luar negeri?” tutupnya.

Baca Lainnya  Cerita Edy Wuryanto Melenggang ke Senayan: Harus Ngayomi, Ngayemi, Ngayani
*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *