MAKLUMAT — Kalau berkunjung ke Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, jangan lupakan Desa Wisata Nglanggeran. Desa kecil di lereng timur ini tak hanya menyuguhkan panorama alam yang membekas di ingatan, tetapi juga sebuah cerita panjang tentang perjuangan dan kerja keras yang akhirnya diakui dunia.
Pada Desember 2021, mata dunia tertuju ke Nglanggeran, desa yang dikelilingi tebing-tebing batu raksasa. Di bawah langit Madrid yang dingin, nama Nglanggeran berkumandang saat United Nations World Tourism Organization (UNWTO) menobatkannya sebagai Best Tourism Village 2021. Peristiwa itu seolah membingkai jerih payah penduduk desa dalam melestarikan warisan purba sekaligus menanam mimpi-mimpi besar di tanah mereka sendiri.
Magnet dari Masa Silam
Sejarah yang terpatri di Nglanggeran berasal dari jutaan tahun lalu. Gunung Api Purba, mahakarya alam yang menjulang setinggi 700 meter di atas permukaan laut, menyimpan kisah geologi dalam pahatan batu. Di antara celah-celah bebatuan raksasa, matahari terbit menyusup lembut, membentuk lukisan yang sulit terdefinisikan kata-kata. Setiap fajar, kabut menari pelan, seperti menyimpan rahasia waktu.
Panorama ini tidak hanya memanjakan mata, tetapi juga hati. Wisatawan dari berbagai belahan dunia datang, menyaksikan matahari yang pulang ke peraduan di balik siluet gunung purba. Tetapi Nglanggeran bukan sekadar tentang lanskap. Di sini, ada semangat hidup yang berdenyut di setiap sudut desa.
Wisata Edukasi: Merajut Pengetahuan dan Tradisi
Sejak 2007, desa ini mengembangkan wisata edukasi. Tak sekadar menjadi pelancong, pengunjung diajak merasakan denyut kehidupan petani lokal. Di kebun kakao yang hijau, tangan-tangan ramah penduduk mengajari cara memetik buah dan mencium aroma mentah biji kakao. Tradisi, inovasi, dan cinta akan tanah sendiri berpadu dalam paket-paket wisata yang menawarkan pengalaman lebih dari sekadar pelarian dari kota.
Di balik senyum ramah para pemandu lokal, tersimpan kisah tentang keteguhan menjaga alam. Wisatawan belajar tentang keberlanjutan, dari pengelolaan air hingga sistem pertanian yang selaras dengan bumi. Ini adalah pelajaran tentang harmoni, bagaimana manusia, alam, dan tradisi dapat hidup berdampingan tanpa saling merusak.
Pengakuan Dunia
Dalam perjalanannya menuju pengakuan internasional, Nglanggeran telah memetik banyak pelajaran. Pada 2 Desember 2021, desa ini mengalahkan 44 desa dari 32 negara untuk meraih gelar Best Tourism Village. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif saat itu, Sandiaga Uno, memuji pencapaian ini sebagai perwujudan sinergi antara manusia dan alam.
“Desa Wisata Nglanggeran bukan sekadar tujuan wisata. Ia adalah simbol dari kolaborasi dan ketekunan masyarakat dalam memajukan pembangunan yang berkelanjutan,” kata Sandiaga dalam pidatonya yang penuh semangat.
Namun jauh sebelum penghargaan itu datang, pada 2017, Nglanggeran sudah mendapat pengakuan sebagai Desa Wisata Terbaik ASEAN. Setiap apresiasi menjadi batu pijakan baru, mempertegas posisi desa ini sebagai ikon pariwisata berbasis komunitas yang mampu mendunia.
Kisah tentang Keselarasan
Keberhasilan Nglanggeran menurut laman Indonesia.go.id, terletak pada pengelolaan yang berpijak pada sembilan kriteria keberlanjutan versi UNWTO: dari pelestarian alam dan budaya hingga kesehatan dan keselamatan. Semua ini lahir dari tekad kolektif masyarakat. Setiap langkah yang diambil membawa pesan bahwa pariwisata tak sekadar angka kunjungan, tetapi tentang menjaga nyawa sebuah tempat.
“Kami sadar bahwa yang terpenting adalah harmoni,” ucap salah satu pengelola desa. Harmoni antara gunung yang diam, pohon yang berbisik, dan manusia yang terus melangkah dalam jejak kearifan.
Nglanggeran tak akan berhenti di sini. Sebagaimana matahari yang terus terbit dan terbenam, desa ini akan terus berinovasi, menjaga keseimbangan antara modernitas dan tradisi. Di masa depan, impian-impian baru menanti untuk diwujudkan.
Desa Wisata Nglanggeran telah menempatkan dirinya sebagai cahaya di cakrawala pariwisata Indonesia. Sebuah kisah tentang perjuangan, keindahan, dan harapan yang bersinar dari lereng Gunung Sewu hingga ke panggung dunia.
