PAKAR Kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, mengkritik hasil rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang berlangsung pada Rabu (21/8/2024). Menurut Titi, keputusan yang diambil dalam rapat tersebut mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan syarat ambang batas (threshold) pencalonan Pilkada.
Titi, yang juga merupakan anggota Dewan Pembina Perludem, menegaskan bahwa DPR secara terang-terangan telah mengabaikan putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang disahkan pada Selasa (20/8/2024).
“Dalam rapat pembahasan RUU Pilkada, Baleg memutuskan bahwa syarat ambang batas persentase perolehan suara sah hanya berlaku bagi partai non-parlemen atau partai yang tidak memiliki kursi di DPRD,” tulis Titi melalui akun media sosial pribadinya, X @titianggraini, Rabu (21/8/2024).
“Padahal, putusan MK tidak menyebut demikian. Ini jelas merupakan bentuk pengingkaran terhadap putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Titi menekankan bahwa putusan MK Nomor 60 tersebut menyatakan bahwa syarat threshold pencalonan dalam Pilkada berlaku baik untuk partai yang memiliki kursi di DPRD maupun yang tidak memiliki kursi di DPRD.
Ia juga mempertanyakan sikap anggota DPR yang dianggapnya tidak lagi memperhatikan suara dan aspirasi rakyat. “Mengapa wakil rakyat tidak bersuara sejalan dengan keinginan rakyat dan amanat konstitusi? Apakah suara rakyat kini hanya dianggap angin lalu?” tanyanya.
Sebelumnya, Rapat Panja Baleg DPR terkait RUU Pilkada digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Dalam pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), DPR mengambil inisiatif menanggapi putusan MK Nomor 60 yang mengubah threshold pencalonan Pilkada.
Berdasarkan pasal 40 yang diubah dan disepakati dalam DIM baru usulan inisiatif DPR, terdapat dua kelompok persentase syarat pencalonan Pilkada 2024. Kelompok pertama, untuk partai atau gabungan partai yang memiliki kursi di DPRD, dan kelompok kedua, untuk partai atau gabungan partai yang tidak memiliki kursi di DPRD.
Bagi partai yang memiliki kursi di DPRD, aturan lama tetap berlaku, yaitu partai atau gabungan partai harus memenuhi 20 persen kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pileg terakhir di daerah setempat.
Sementara itu, bagi partai non-parlemen, sesuai dengan putusan MK Nomor 60, mereka harus memperoleh akumulasi suara sah dengan persentase benjenjang antara 6,5 persen hingga 10 persen sesuai jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) dalam Pileg terakhir di daerah tersebut.
Reporter: Ubay NA