25.3 C
Malang
Senin, Februari 24, 2025
OpiniDilantiknya Setyo Wahono dan Masa Depan Bojonegoro

Dilantiknya Setyo Wahono dan Masa Depan Bojonegoro

Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro, Setyo Wahono dan Nurul Azizah, saat pelantikan di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (20/2/2025) lalu. (Foto:IST)
Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro, Setyo Wahono dan Nurul Azizah, saat pelantikan di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (20/2/2025) lalu. (Foto:IST)

MAKLUMAT — Desain Allah Swt menciptakan manusia adalah sebagai mahkluk yang sempurna di antara mahkluk yang lain. Atas dasar itu manusia diturunkan ke bumi bukan sebagai pelengkap semata, tetapi untuk menjadi khalifah atau pemimpin. Tujuannya, agar mampu menjaga kelestarian alam dan memberikan rasa keadilan bagi sesama yang berdampak kesenangan dunia dan kemuliaan di akhirat.

Perihal ini, sebagaimana sabda Rasullullah Muhammad Saw, “Kullukum ra’in wa kullukum mas’ulun an ra’iyyatihi,” bahwa setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.

Penulis: Agung Supriyanto, SH. *)
Penulis: Agung Supriyanto, SH. *)

Memperhatikan tujuan manusia sangat mulia, yaitu menjaga kelestarian dengan segala piranti yang berada di bumi, maka dalam menjalankan perlu peralatan. Salah satu instrumen penting peralatan tersebut yaitu kekuasaan. Karena dengan kekuasan manusia mempunyai otoritas lebih lengkap saat menjalankan tujuan kekhalifahan.

Karena itu jika seseorang punya hasrat merubah tatanan peradaban, kelengkapan kekuasaan yang menempel pada dirinya sangat dibutuhkan. Lewat kekuasaan tersebut sekali lagi seseorang dapat dengan lebih leluasa mengolah peran kekhalifahan dalam merubah tatanan peradaban.

Hal itu sebagaimana ungkapan Max Weber, seorang sosiolog dan administrasi negara modern, bahwa hanya melalui kekuasaan lah seseorang berpeluang mencapai keinginannya, sekalipun harus menghadapi perlawanan orang lain dalam hubungan sosialnya.

Barangkali disemangati nilai agar peran menjadi khalifah di bumi lebih lengkap, Wahono-Nurul turun bertarung memperebutkan Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro. Hasilnya, melalui Pilkada Bojonegoro 27 November 2024 pasangan dengan semboyan ‘Asli! Luwih Apik‘ tersebut meraih kemenangan yang memuaskan. Bahkan bisa disebut sebagai kemenangan yang menakjubkan, mengingat jarak perolehan suara dengan lawannya terpaut begitu besar.

Di samping itu, dengan perolehan suara 701.249 atau 89,34 persen dari jumlah partisipasi pemilih, dapat disebut bahwa tingkat kepercayaan masyarakat Bojonegoro terhadap pasangan Wahono-Nurul sangat besar. Anggapan ini tak berlebihan mengingat jumlah persentase perolehan suara Wahono-Nurul memang tertinggi dibandingkan kabupaten atau kota-kota lain se-Jawa Timur.

Untaian sabda Rasulullah serta tesis Max Weber di atas, bagi Wahono atas kemenangan yang telah diraih akan menjadi penguat. Bahwa bermodal sebagai Bupati Bojonegoro dengan kewenangan dan keuangan yang dimiliki, tumpukan warisan persoalan sosial dari pendahulu menyangkut urusan kemiskinan, pengangguran, pendidikan dan yang lain secara bertahap bakal tereduksir.

Selanjutnya, dengan perolehan suara besar dalam kemenangan di Pilkada lalu, kita bisa berharap bahwa Wahono dalam mengelola kekuasaan ke depan tidak sekadar dijadikan  properti kemewahan politik. Tidak sekadar dijadikan karpet merah untuk bersolek dan lenggak-lenggok pemuasan diri semata. Tetapi dengan serius digunakan sebagai sarana mengabdi, berbakti, agar masyarakat Bojonegoro ke depan lebih penuh citra sejahtera, merata.

Memahami potensi masyarakat Bojonegoro dapat dimetaforakan bagai pelangi di langit biru, banyak warna yang menghiasi. Keanekaragaman potensi warna di Kabupaten Bojonegoro ini bisa dilihat dari potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusianya (SDA/SDM), serta tak kalah seksinya yaitu potensi kekuatan finansial, terutama pada postur anggaran APBD.

Dengan keanekaragaman potensi warna ini, harapan masyarakat tentu dapat dikonversi memperindah langit Bojonegoro, seperti keberadaan pelangi. Namun faktanya, bervariasinya potensi warna di Bojonegoro sampai saat ini belum keseluruhan dikapitalisasikan optimal sebagaimana ekspektasi masyarakat.

Jika melihat cakupan indeks kinerja realitasnya memang begitu, masih banyak kondisi yang paradoks. Semisal, melihat kekuatan anggaran pada tahun 2024 kemarin saja postur anggaran APBD sebesar Rp 8,235 triliun, namun di sisi lain tak sedikit juga persoalan sosial yang belum bisa dientas maksimal.

Dari sudut teritorialnya, wilayah Bojonegoro memiliki wilayah yang ideal terutama luas kawasan hutan. Dari luas 2.307 kilometer persegi, 40 persen atau 950 kilometer persegi wilayah Kabupaten Bojonegoro berupa hutan. Sehingga, bisa dikategorikan sebagai wilayah yang ideal untuk menjaga ekosistem, mengingat rumus ideal tata ruang wilayah 30 persennya adalah wilayah hutan.

Walaupun wilayah Bojonegoro 40 persen sudah ditopang kawasan hutan, persoalan sosial menyangkut urusan air bersih, kekeringan maupun banjir di beberapa daerah masih berlangsung tak berkesudahan. Kentara potensi wilayah hutan yang ideal tersebut belum digunakan sebagai penyangga penjagaan ekosistem.

Sisi lain yang dianggap paradoks adalah tentang resources, terutama menyangkut keberadaan Pegawai Negeri Sipil (PNS ). Dari jumlah PNS Pemkab Bojonegoro pada tahun 2024 terhitung 7.610 orang. Dari kisaran tersebut 5.383 orang lulusan sarjana, 1448 orang lulusan diploma, 1250 orang lulusan SMA, sedang SD 89 orang.

Artinya, sekitar 87 persen mesin birokrasi di Pemkab Bojonegoro telah disokong oleh SDM lulusan sarjana dan diploma. Kapasitas SDM tersebut semestinya dapat digunakan sebagai mesin penggerak untuk meningkatkan Indeks Kinerja Utama (IKU) dalam mengentaskan kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia atau persoalan sosial yang lain. Akan tetapi realitasnya potesi SDM tersebut belum bisa digenjot guna meningkatkan indeks kinerjanya.

Pasangan Setyo Wahono–Nurul Azizah

Terpilihnya Wahono-Nurul menjadi Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro dengan sokongan mayoritas partai serta  didukung mayoritas infrastruktur sosial maupun agama, adalah modal yang kuat untuk mengelola masyarakat Bojonegoro ke depan. Berangkat dengan bekal sokongan kepercayaan ini dapat digunakan sebagai piranti kelancaran membangun, baik yang bersifat tangible maupun intangible.

Dengan ketersediaan finansial yang sangat memadai terutama dalam postur APBD sudah seharusnya semakin menambah kemantapan pasangan Wahono-Nurul untuk mengelola Pemerintahan Bojonegoro agar lebih trengginas dan terampil dibandingkan kepemimpinan sebelumnya, bukan?

Atas dasar itu menurut penulis ada dua hal pokok yang kelak perlu dijalankan supaya pemerintahan Bojonegoro benar-benar ‘luwih apik‘. Pertama, adalah keterlibatan partisipasi masyarakat. Di mana pun komunitas masyarakat jika berharap masyarakatnya ingin maju perlu andil dari banyak pikiran dan kelompok yang terlibat.

Karena kebesaran suatu wilayah atau daerah tak mungkin dapat diraih jika hanya dilakukan dari monopoli satu kelompok atau seseorang semata. Berpijak dari daerah maupun negara lain yang tingkat pendidikan maupun kesejahteraannya tinggi sangat dipengaruhi peran pemimpin dalam mengolaborasi dan membangun sinergitas dengan komponen lainnya.

Tidak kalah penting, salah satu tugas yang harus dijalankan oleh bupati adalah kemampuan menjaga stabilitas fiskal, yaitu kemampuan menjaga keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran keuangan, dengan tujuan menjaga stabilitas perekonomian.

Faktor krusial apa penghambat perekonomian di Bojonegoro sehingga cenderung stagnan dan tindak beranjak membaik? Ini karena sangat dipengaruhi oleh terlalu kecilnya pengeluaran keuangan di APBD. Pada tiga tahun anggaran berjalan di APBD kemarin saja Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) berkisar 30 sampai 40 persen yang tidak terserap. Kebijakan penyerapan yang sangat minim ini mengakibatkan terabaikannya pelbagai persoalan sosial menyangkut urusan kemiskinan, pengangguran, pendidikan dan persoalan sosial lainnya.

Hampir 100 tahun silam, seorang ekonom termuka, John Maynard Keynes memberikan warning bagi pemangku kekuasaan. Bahwa fluktuasi kondisi perekonomian masyarakat variabel sebagai determinasi penentu kondisi perekonomian masyarakat itu sangat dipengaruhi seberapa besar tingkat pengeluaran keuangan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Artinya, jika pengeluaran keuangan besar maka pengaruh perekonomian akan bertumbuh besar, sebaliknya bila pengeluaran kecil kondisi ekonomi pun menjadi kerdil. Kondisi yang demikian bisa muncul karena kekuatan APBD menjadi penopang dominan untuk menjaga stabilitas perekonomian.

Terakhir, bahwa menjadi pemimpin di pemerintahan perlu memiliki dua keterampilan. Pertama adalah kemampuan untuk menjadi teknokrasi, yaitu kemampuan secara teknis mengelola potensi sumber daya alam yang hasilnya demi kemaslahatan masyarakat. Selanjutnya, adalah kemampuan untuk menjadi politisi, yaitu dengan sumber daya manusia yang dimiliki dapat dikelola bersama-sama untuk menjangkau visi dan menjalankan misinya.

Bupati adalah jabatan politik. Sementara politik adalah perkara seni mengelola kepentingan. Dukungan yang besar untuk Saudara Wahono dari partai maupun entitas sosial dan agama, dapat menjadi papan selancar sekaligus bisa menjadi pencegatan jika salah mengelolanya.

Bermodal cara komunikasi Wahono yang luwes, bisa membuat ‘mentul’ dan ‘molor mungkret’, sehingga mudah-mudahan bisa mewadahi berjenis-jenis kepentingan kelompok-kelompok pendukungnya.

Akhir kata, selamat kepada Saudaraku Setyo Wahono sebagai Bupati Bojonegoro 2025-2030. Kualitas kemanusiaan seseorang ditentukan oleh seberapa besar memberikan nilai kemanfaatan bagi yang lain. Semoga Saudaraku Wahono bisa berlaku besar mendorong masyarakat Bojonegoro membuat hal-hal terbesar. Aamiin.

__________________

*) Penulis adalah Wakil Ketua DPW PAN Jawa Timur; Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2019-2024; Sekretaris LHKP PWM Jawa Timur

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer