Dilema Orang Dekat Yayasan Menyerobot Posisi Guru Tetap

Dilema Orang Dekat Yayasan Menyerobot Posisi Guru Tetap

MAKLUMAT – Proses pengangkatan guru tetap di sekolah swasta tidak selalu berjalan adil dan transparan. Berbagai faktor seperti masa pengabdian, kualifikasi, dan evaluasi kinerja guru seharusnya menjadi dasar, namun kenyataannya kedekatan dengan pemilik yayasan kerap memengaruhi posisi tersebut.

Seorang guru honorer yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan fenomena ini sering terjadi di sekolah-sekolah swasta. “Ada yang sudah mengajar bertahun-tahun, namun tak kunjung diangkat menjadi guru tetap. Sementara yang baru mengajar bisa langsung mendapatkan posisi itu, karena kedekatan dengan yayasan,” ujarnya.

Kondisi ini menimbulkan kecemburuan sosial antar guru yang merasa tidak diperlakukan adil. Namun dari sisi yayasan, pengangkatan guru tetap dianggap sebagai upaya memastikan loyalitas dan komitmen guru dalam mengembangkan sekolah dan yayasan itu sendiri.

“Sebenarnya ini dilema. Dari perspektif yayasan, yang diangkat haruslah orang yang berkapasitas dan berkomitmen, sebab yayasan adalah fondasi utama sekolah,” jelas guru tersebut kepada Maklumat.id, Kamis (15/5/2025).

Meski demikian, menurutnya, jika proses pengangkatan tidak transparan dan cenderung memilih orang dekat yayasan, hal ini akan merugikan guru lain yang sudah lama mengabdi.

“Di tempat saya, penunjukkan guru tetap merupakan hak prerogatif sekolah. Ada yang tiba-tiba didaftarkan tanpa pemberitahuan, kemudian diketahui guru lain setelahnya,” katanya.

Selain itu, keterbatasan formasi guru dari pemerintah menjadi tantangan lain. Formasi yang diberikan seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah sehingga sekolah harus merekrut guru honorer untuk mengisi kekurangan.

Baca Lainnya  Antrean Panjang Guru Honorer Menuju Status Tetap

Guru honorer yang telah lama mengabdi pun harus bersabar menunggu giliran diangkat menjadi guru tetap di tengah keterbatasan formasi yang ada.

“Harapannya ke depan regulasi bisa dikaji ulang agar lebih adaptif dengan kebutuhan sekolah dan guru. Jangan sampai kecemburuan sosial mengganggu keharmonisan, namun keberlanjutan sekolah swasta juga tetap terjaga,” pungkasnya.

*) Penulis: M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *