Din Syamsuddin Sindir Umat Islam Belum Jadi Pemain Utama Ekonomi

Din Syamsuddin Sindir Umat Islam Belum Jadi Pemain Utama Ekonomi

MAKLUMAT — Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. H. Din Syamsuddin, M.A., melontarkan kritik tajam terhadap kondisi umat Islam yang menurutnya masih tertinggal dalam dominasi ekonomi nasional. Meski jumlahnya mayoritas, umat Islam dinilai belum mampu menjadi pemain utama di sektor ekonomi.

Hal itu disampaikan Din Syamsuddin dalam Pengajian Hari Bermuhammadiyah yang digelar PWM Jakarta di Aula Ir. H. Juanda, Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Sabtu (5/7/2025).

Din menuturkan pengalamannya saat makan malam di restoran Kayangan, lantai 28 Wisma Nusantara. Ia melihat pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang berjajar megah di Jalan Sudirman-Thamrin. “Saya lihat ke kiri dan kanan, adakah satu saja gedung itu milik orang Islam? Adakah yang milik warga Muhammadiyah?” ujar Din dikutip dari media afiliasi, Jakartamu.

Menurut Din, pertanyaan itu mencerminkan realitas pahit. Umat Islam, termasuk Muhammadiyah, belum menjadi pemilik utama di pusat-pusat ekonomi nasional. “Kantor Muhammadiyah masih tertutup di Menteng Raya atau Kramat Raya, jauh dari hiruk-pikuk pusat ekonomi. Bahkan tidak setinggi gedung-gedung lain,” sindirnya.

Ia menilai simbol-simbol fisik seperti itu menjadi bukti nyata keterbelakangan ekonomi umat. “Kita hidup di tengah kemajuan orang lain, tapi kita seperti tenggelam. Kita kalah dari sisi simbolik maupun substansi ekonomi,” ucapnya.

Etos Fastabiqul Khairat

Din Syamsuddin mengajak warga Muhammadiyah dan umat Islam untuk bangkit. Ia menekankan pentingnya membangun keberanian, kreativitas, dan etos kerja tinggi. “Etos fastabiqul khairat harus kembali kita hidupkan. Berlomba-lomba dalam kebaikan juga berarti mengejar keunggulan di bidang ekonomi,” tegasnya.

Baca Juga  Membanggakan! Intan Meidy Mahasiswa Umsida Sabet Penghargaan Most Innovative Research di Ajang Internasional

Ia mencontohkan bagaimana warga Muhammadiyah dulu bisa bergerak cepat dan responsif. Salah satunya, pendirian Himpunan Janda Muslimah (HJM) oleh ibu-ibu Aisyiyah di Muntilan dan Ponorogo, yang terinspirasi dari gerakan wanita Katolik. “Kalau mereka bisa punya ambulans dan BKIA, kenapa kita tidak?” tantangnya.

Din mengingatkan bahwa etos kompetitif Muhammadiyah dulu sangat kuat. “Gairah beragama kita itu dilandasi al-ghirah al-din, rasa cemburu positif saat melihat orang lain lebih maju. Lalu kita termotivasi untuk melampaui,” jelasnya.

Ia juga menyinggung sikap berani bermimpi besar, bekerja tanpa kenal lelah, dan siap ambil risiko. “Etos bondo nekat itu yang dulu menghidupkan amal usaha Muhammadiyah hingga diakui dunia. Sayangnya kini mulai meredup,” tambahnya.

Din Syamsuddin pun menutup pesannya dengan ajakan untuk tidak sekadar menjadi penggembira. “Jangan hanya ikut lomba. Jadilah pemenang! Umat Islam harus bangkit dan menjulang bersama gedung-gedung itu,” serunya lantang.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *