Reni Astuti Desak Revisi UU Nomor 35/2014, Lonjakan Bullying Jadi Alarm Darurat Pendidikan

Reni Astuti Desak Revisi UU Nomor 35/2014, Lonjakan Bullying Jadi Alarm Darurat Pendidikan

MAKLUMAT — Lonjakan kasus bullying atau perundungan di sekolah membuat regulasi perlindungan anak kembali disorot. Anggota Komisi X DPR RI, Reni Astuti menegaskan aturan yang berlaku saat ini tidak lagi mampu menjawab model perundungan modern yang semakin kompleks. Karena itu, DPR mendesak revisi UU Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak, agar selaras dengan tantangan kekerasan di lingkungan pendidikan.

‘’Regulasi yang digunakan saat ini, UU Nomor 35/2014, belum mengatur secara detail bentuk-bentuk perundungan baru seperti cyberbullying, kekerasan berbasis kelompok, hingga tekanan sosial di sekolah,” ungkap Reni, Selasa 18/11).

Reni menilai perkembangan kasus kekerasan terhadap anak membutuhkan payung hukum yang lebih kuat dan adaptif. Sebab kasus bullying hari ini berkembang cepat. Regulasi yang ada tidak cukup menjawab tantangan di lapangan. Revisi harus dilakukan agar pemerintah, sekolah, dan keluarga punya landasan hukum yang lebih kokoh.

Ia menekankan bahwa penanganan bullying tidak bisa dilakukan sepotong-sepotong. Sinergi keluarga, sekolah, dan lingkungan menjadi kunci terciptanya ruang aman bagi anak. Tanpa kolaborasi, upaya pencegahan hanya akan menjadi program sesaat.

“Sekolah harus membangun ekosistem belajar yang aman. Keluarga wajib hadir dan membuka komunikasi, sementara lingkungan menjaga interaksi sosial anak. Jika tiga unsur ini tidak jalan bersama, kasus perundungan akan terus berulang,” jelas mantan anggota DPRD Surabaya tiga periode ini.

Reni juga menyoroti beratnya beban guru Bimbingan Konseling (BK) yang setiap hari mengurus ratusan siswa dengan persoalan psikososial yang beragam. Menurutnya, guru BK membutuhkan peningkatan kapasitas, apresiasi, dan dukungan sistem agar efektif mencegah kekerasan.

Baca Juga  Peringati HAN 2025, DPRK Aceh Tengah Tegaskan Komitmen Menuju Kabupaten Layak Anak

“Guru BK menghadapi masalah yang semakin beragam, dari kekerasan verbal hingga digital. Mereka tidak boleh dibiarkan bekerja sendirian,” tegas Reni.

Ia berharap revisi regulasi dan penguatan peran tiga pilar utama mampu menggugah kesadaran lebih luas bahwa bullying bukan sekadar masalah sekolah, melainkan ancaman serius bagi masa depan anak-anak Indonesia.

Bullying bukan persoalan kecil. Kita bicara masa depan generasi muda. Semua pihak harus peduli dan terlibat,” harapnya.

*) Penulis: R Giordano

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *