MAKLUMAT — Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR RI menyetujui perluasan penggunaan kamera pengawas atau CCTV dalam proses penyidikan perkara pidana. Keputusan ini menjadi bagian penting dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/11).
Ketua Komisi III DPR Habiburrokhman menegaskan bahwa rekaman CCTV kini tidak hanya untuk kepentingan penyidik, tetapi juga dapat digunakan oleh tersangka atau terdakwa sebagai bagian dari pembelaan.
“Ini biar fair, biar ada keseimbangan. Supaya aparat tidak dituduh sewenang-wenang, dan tersangka juga terlindungi dari kekerasan,” ujar Habiburrokhman dalam rapat Panja yang turut dihadiri Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Syarif Hiariej alias Eddy Hiariej.
Politikus Gerindra itu menyebut aturan baru ini menjadi bentuk pengawasan timbal balik antara aparat penegak hukum dan pihak tersangka. CCTV akan menjadi bukti objektif jika muncul tuduhan pelanggaran dalam proses penyidikan.
“Kalau sama-sama bisa akses CCTV kan enak, yang bicara nanti bukti visual, bukan tuduhan,” lanjutnya.
Eddy Hiariej menyatakan pemerintah sejalan dengan keputusan DPR. Pemerintah setuju, karena penggunaan kamera pengawas ini bisa memberikan perlindungan berimbang bagi pelapor maupun terlapor.
Usulan kewajiban penggunaan CCTV ini pertama kali disampaikan oleh Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) dan mendapat persetujuan bulat dari seluruh anggota Panja.
Aturan tersebut dimuat dalam Pasal 31 RUU KUHAP, yang mengatur hak tersangka untuk didampingi advokat dan memperbolehkan seluruh proses pemeriksaan direkam menggunakan kamera pengawas. Rekaman tersebut dapat digunakan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, maupun pembelaan di pengadilan atas permintaan hakim. Ketentuan teknis mengenai penguasaan dan penggunaan rekaman CCTV akan diatur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah.