Dr. Dian Purworini: Mengurai Suara Warganet dan Krisis Media Sosial

Dr. Dian Purworini: Mengurai Suara Warganet dan Krisis Media Sosial

MAKLUMATDr. Dian Purworini, S.Sos., M.M., Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), menatap layar laptopnya sambil menelusuri ribuan cuitan di media sosial X. Baginya, setiap komentar warganet bukan sekadar kata-kata di dunia maya, tetapi cerminan kepercayaan publik yang harus direspons dengan tepat.

Media sosial tetap menjadi arena bagi warga untuk menyuarakan opini dan kritik. “Opini publik yang tidak bisa ditanggapi secara positif menimbulkan kekecewaan. Saat opini itu terus bergulir, apalagi di sosial media, organisasi akan sulit mengontrol situasi,” ujar Dian dikutip dari laman UMS, Senin (8/12/2025).

Dian mengingat kasus jenama kecantikan Whitelab pada akhir 2022. Whitelab menggelar jumpa fans Oh Sehun, member EXO, di Central Park Mall, Jakarta Barat. Ribuan penggemar memadati mall, VIP ticket holder tidak mendapatkan janji bertemu Sehun, dan komentar internal yang tersebar di media sosial memicu amarah publik.

Dian dan dua koleganya dari Fakultas Komunikasi dan Informatika UMS menganalisis 7.224 cuitan yang muncul selama 7–10 November 2022. Mereka menemukan 4.992 cuitan negatif, 450 positif, dan 1.782 netral. Dian menggunakan analisis sentimen—metode yang biasanya dipakai teknik informatika—untuk mengklasifikasikan emosi publik menjadi positif, negatif, dan netral.

“Kemarahan warganet muncul karena kesalahan yang bisa dicegah dengan persiapan matang. Publik menuntut tanggung jawab tinggi,” jelas Dian. Penelitian ini kemudian diterbitkan di Sage Journals pada Mei lalu dengan judul “Public Opinion Towards Organisational Crisis: Insights from the Cognitive Appraisal Theory”.

Menurut Dian, setiap krisis membuka peluang belajar bagi organisasi. Ia menekankan pentingnya komunikasi krisis. “Komunikasi krisis adalah respons organisasi sebelum, saat, dan setelah krisis. Organisasi harus menjembatani komunikasi dengan publik maupun stakeholder,” ujarnya.

Baca Juga  Samiyem, Menjawab Stigma lewat Kepemimpinan dan Inovasi

Dian menekankan proses komunikasi krisis yang efektif harus dimulai sejak pemetaan potensi krisis. Analisis tren cuitan warganet bisa membantu organisasi mengambil langkah preventif. Jika krisis tetap terjadi, organisasi harus segera melakukan containment untuk meminimalkan dampak negatif. Setelah situasi terkendali, organisasi melanjutkan tahap recovery, memperbaiki hubungan dengan pihak terdampak.

Tahap yang sering terabaikan, menurut Dian, adalah learning. Organisasi harus menelaah langkah-langkah yang efektif dan yang tidak efektif agar siap menghadapi krisis berikutnya. Dian juga menekankan pentingnya komunikasi aktif. “Diam tidak menjamin krisis mereda. Organisasi harus transparan agar publik memahami setiap langkah yang diambil,” katanya.

Di balik analisis data dan teori komunikasi, Dr. Dian Purworini muncul sebagai sosok yang memahami denyut opini publik di era digital. Ia menegaskan, menangani krisis bukan hanya soal meredam amarah warganet, tetapi juga menjaga kepercayaan publik dengan cepat, tepat, dan transparan.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *