Dualisme Ketum PPP, Mahkamah Partai Bisa Jadi Solusi Kubu Mardiono dan Kubu Agus

Dualisme Ketum PPP, Mahkamah Partai Bisa Jadi Solusi Kubu Mardiono dan Kubu Agus

MAKLUMAT – Konflik internal PPP kembali pecah. Dua muktamar melahirkan dua versi ketua umum. Muhammad Mardiono mengklaim terpilih aklamasi dalam muktamar di Depok, sementara Agus Suparmanto mengumumkan dirinya sah sebagai ketum lewat muktamar di Ancol dengan dukungan mayoritas muktamirin.

Dua deklarasi itu makin mempertegas dualisme kepemimpinan di tubuh partai berlambang Kabah. Hingga kini konflik tersebut semakin panas karena kedua kubu sama sama tidak ada yang mau mengalah

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan publik kini dihadapkan pada fakta politik yang tidak bisa dibantah bahwa PPP punya dua ketua umum (ketum).

“Publik tidak tahu detail mekanisme pemilihan atau aturan AD/ART, tapi yang pasti realitas hari ini PPP memiliki dua ketua umum,” kata Adi melalui kanal Youtube, dikutip Selasa  (30/9).

Adi menekankan jalan keluar konflik ini sebenarnya sudah ada lewat mekanisme Mahkamah Partai. Namun, ia memperingatkan konflik bisa berlanjut hingga ke Kemenkumham, bahkan PTUN jika kubu yang kalah menolak hasil putusan.

“Kalau konfliknya lanjut, ini bisa mengganggu konsolidasi menghadapi Pemilu 2029. PPP butuh kerja sama, tapi justru terjebak konflik,” ujarnya.

Sementara itu, analis politik BRIN Lili Romli mengingatkan PPP terancam makin terpuruk jika tidak segera islah. “Jika tidak ada konsensus, sudah pasti akan mengganggu konsolidasi politik. Konflik berlarut-larut merugikan PPP dan memberi citra buruk di mata pemilih,” tegasnya.

Baca Juga  Menuju Indonesia Maju: Menggali Makna Kemerdekaan RI ke-79

Menurut Lili, basis massa dan elite PPP, baik di pusat maupun daerah bisa lari meninggalkan partai. Dengan kondisi ini, harapan PPP untuk kembali lolos ke Senayan pada Pemilu 2029 bisa kandas.

“Untuk itu harus ada islah di antara yang berkonflik agar PPP tidak makin terpuruk,” pungkasnya.

Dualisme kepemimpinan PPP bukan sekadar soal siapa yang sah jadi ketum, tapi juga pertaruhan eksistensi partai menuju Pemilu 2029. Tanpa islah, PPP bisa kehilangan basis, suara, dan masa depan politiknya.

*) Penulis: Rista Giordano

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *