Duet Tokoh Politik Muhammadiyah Sumsel Bahas Urgensi Diaspora Kader

Duet Tokoh Politik Muhammadiyah Sumsel Bahas Urgensi Diaspora Kader

MAKLUMAT – Dua kader Muhammadiyah sekaligus tokoh politik Sumatera Selatan (Sumsel) menjadi pembicara pada Darul Arqam Dasar (DAD) yang diadakan oleh IMM UIN Raden Fatah Palembang. Keduanya adalah Alwis Gani dan Fajar Febriansyah, yang kini menjadi legislator di Komisi V DPRD Sumsel. Mereka kompak membicarakan urgensi diaspora politik bagi kader Muhammadiyah.

DAD ini diselenggarakan oleh tiga Komisariat, yakni Tarbiyah, Adab Humaniora, serta Syariah dan Hukum. Kegiatan ini berlangsung di Gedung Dakwah Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Palembang, Jumat-Ahad (21-23/11/2025). Alwis dan Gani memaparkan materi mereka pada Sabtu malam kepada puluhan mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang.

Pentingnya Diaspora Politik

Alwis yang adalah Ketua Komisi V DPRD Sumsel menjelaskan bahwa sejak era sebelum kemerdekaan, telah banyak tokoh Muhammadiyah terlibat aktif dalam perjuangan politik bangsa, seperti Kasman Singodimedjo hingga Jenderal Sudirman. Keterlibatan kader-kader terbaik Muhammadiyah di segala lini politik menghasilkan banyak sekali dinamika.

Seiring waktu, pengalaman keterlibatan para tokoh tersebut mendorong Muhammadiyah untuk meninjau kembali relasi organisasi dan dunia politik. Singkatnya pada Muktamar Solo di era A.R. Fachruddin, Muhammadiyah menetapkan diri untuk tidak berpolitik praktis secara organisatoris. Meski demikian, kader tetap bebas berperan dalam ranah politik praktis.

Ia mencontohkan ketika Amien Rais mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN). “Muhammadiyah tidak berafiliasi dengan partai mana pun. PAN bukan partai Muhammadiyah, hanya saja banyak pendirinya berasal dari warga Muhammadiyah,” jelasnya.

Baca Juga  Berjuang Lewat Jalur Politik untuk Entaskan Kesenjangan Sosial dan Ekonomi

Kader-kader Muhammadiyah hingga kini telah tersebar di berbagai partai politik. Muhammadiyah sendiri tidak mempermasalahkan apapun pilihan partai politik bagi kader-kadernya. Adapun yang terpenting ialah tetap membawa nilai-nilai Persyarikatan, apapun partainya.

Alwis lantas menegaskan bahwa kader yang ingin berdiaspora ke ranah ini, bebas memilih partai politik. “Silakan ke PAN, Gerindra, Nasdem, PKS, bahkan PDIP,” ujar lelaki yang pernah menjadi Ketua DPD IMM Sumsel tersebut.

Menurutnya, keberadaan kader di berbagai partai politik membantu menyalurkan aspirasi umat dan memperkuat kontribusi Muhammadiyah dalam kebijakan publik. Namun, Alwis menekankan bahwa kader yang aktif sebagai politisi tidak diperbolehkan menduduki jabatan inti di PDM, PWM, maupun Amal Usaha Muhammadiyah, karena ruang pengabdian politik memiliki tugas berbeda.

Sambil mengutip pesan KH. Ahmad Dahlan, ia mengingatkan bahwa kader dapat berprofesi apa saja petani, dokter, polisi, atau bahkan politisi selama tetap menghidupkan nilai-nilai Muhammadiyah dan siap ketika organisasi membutuhkan.

“Sebagai Ketua Komisi V dan Fajar sebagai Anggota Komisi V, kami bekerja di politik. Tapi ketika Muhammadiyah membutuhkan, kami datang sebagai anak Muhammadiyah yang siap berkhidmat,” tutup Alwis.

Sementara itu, Fajar yang adalah Anggota Komisi V DPRD Sumsel sekaligus Ketua PW Muhammadiyah Sumsel menyampaikan pentingnya niat tulus dalam berproses, baik itu di dunia politik maupun sektor strategis lainnya. Ia juga mengajak peserta DAD menjadikan kegiatan ini sebagai titik sejarah dalam perjalanan mereka di IMM.

Baca Juga  Momentum Kemerdekaan Harus Jadi Gerakan Bersama Mewujudkan Kesejahteraan

“Seperti yang disampaikan Bang Alwis, cukup ikuti proses yang ada dan jalani dengan tulus, karena pada akhirnya takdir akan membawa setiap orang pada hasil dari kerja ikhlas yang dilakukan dalam Muhammadiyah, khususnya melalui IMM,” pesannya.

Diaspora Kader Muhammadiyah adalah Keniscayaan

Moderator acara, Charisa dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Raden Fatah, menyimpulkan bahwa diaspora kader Muhammadiyah dalam politik tidak dapat dihapuskan. Meski Muhammadiyah tidak berafiliasi dengan partai politik, organisasi tetap memberi ruang bagi kader untuk berkontribusi dalam politik kebangsaan.

Ia mengatakan bahwa kader Muhammadiyah yang tersebar di berbagai partai politik maupun organisasi publik harus tetap membawa nilai Islam, modernisme, dan etika sosial sebagai dasar pemikiran. Keterlibatan mereka bukan untuk membawa Muhammadiyah ke ranah kepartaian, tetapi untuk memperkuat dakwah hingga menegakkan keadilan sosial.

“Semoga ilmu malam ini bermanfaat bagi kehidupan kita. Terima kasih kepada Kanda Alwis Gani, Kanda Fajar Febriansyah, dan seluruh peserta DAD UIN Raden Fatah 2025,” tutup Charisa.

*) Penulis: Aldekum Fatih Rajih / M Habib Muzaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *