
MAKLUMAT — Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid bersama sejumlah anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), yang dipimpin Tifatul Sembiring, mendatangi markas Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) di Den Haag, Belanda, Kamis (17/4). Mereka menyampaikan dukungan terhadap keputusan ICC yang mengeluarkan surat penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan genosida dan kejahatan perang di Gaza.
Dalam kunjungan tersebut, Hidayat menyatakan kehadirannya mewakili suara parlemen Indonesia dan rakyat yang mendambakan keadilan ditegakkan. “Kami hadir bukan sekadar sebagai perwakilan institusi demokratis, tetapi juga sebagai suara yang mewakili mereka yang selama ini dibungkam oleh penjajahan dan kekerasan,” ujarnya di depan gedung ICC, Kamis (17/4).
Ia menegaskan bahwa dukungan terhadap ICC merupakan bentuk amanah kemanusiaan dan upaya penyelamatan peradaban. Hidayat juga mengapresiasi sikap ICC yang menolak upaya banding dari pihak Israel atas surat penangkapan tersebut.
Menurutnya, sejak surat penangkapan diterbitkan pada 21 November 2024, kondisi di Gaza justru memburuk. “Jumlah korban melonjak dari sekitar 40.000 jiwa menjadi 51.065 orang wafat dan lebih dari 116.000 luka-luka hingga 16 April 2025,” ujar Hidayat dilansir dari laman MPR RI.
Sebagian besar korban merupakan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak. Fasilitas kesehatan seperti RS Indonesia dan RS Baptis telah hancur. Bangunan di Gaza hampir rata dengan tanah akibat agresi Israel. Bahkan, blokade total selama lebih dari 40 hari membuat bantuan makanan, air, dan obat-obatan tidak bisa masuk ke Gaza.
“Ini genosida. Bahkan hak dasar seperti makanan, air, dan layanan medis telah dilarang oleh Israel. Itu melanggar hukum humaniter internasional,” tegas Hidayat.
Ia menambahkan, kunjungan ini juga selaras dengan sikap resmi Pemerintah Indonesia. Pada 23 November 2024, Kementerian Luar Negeri RI menyatakan dukungan terhadap langkah ICC menyelidiki dan mengadili kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan genosida yang dilakukan oleh Israel.
“Dengan surat penangkapan itu, ICC menunjukkan bahwa tidak ada individu atau negara yang kebal hukum,” katanya.
Statuta Roma
Hidayat mengakui bahwa Indonesia belum meratifikasi Statuta Roma, dokumen pendirian ICC. Salah satu alasan adalah anggapan bahwa ICC cenderung berat sebelah, lebih sering menargetkan pelaku dari negara berkembang, khususnya Afrika. Namun, ia berharap kasus Israel bisa menjadi titik balik yang menunjukkan bahwa ICC dapat berlaku adil dan berani.
“Jika ICC konsisten menindak Netanyahu, itu akan membangun kepercayaan negara-negara seperti Indonesia untuk mempertimbangkan menjadi anggota di masa depan,” ujarnya.
Ia juga menyerukan kepada negara-negara anggota ICC untuk menghormati dan melaksanakan mandat lembaga tersebut. Salah satunya dengan menangkap Netanyahu apabila ia berada di yurisdiksi mereka. Hidayat mengapresiasi sikap Belanda, yang secara resmi menyatakan akan melaksanakan surat penangkapan tersebut.
“Pemerintah Belanda, melalui Menteri Luar Negeri Caspar Veldkomp, sudah menyatakan dukungan penuh terhadap Statuta Roma dan siap menangkap Netanyahu jika memasuki wilayah Belanda,” ujarnya.
Delegasi Indonesia juga meminta agar aspirasi dan dukungan mereka disampaikan kepada pimpinan ICC. Respons positif diberikan oleh pejabat ICC yang menyambut baik kedatangan delegasi dari negara yang belum menjadi anggota ICC tersebut.
Hidayat berharap, dalam menghadapi tekanan global, ICC tetap tegas dan konsisten menegakkan keputusannya. “Penegakan hukum ini penting demi menyelamatkan kemanusiaan di Gaza, menjaga peradaban, dan menjunjung tinggi marwah hukum internasional,” pungkasnya.***