MAKLUMAT — Kasus Satria Arta Kumbara, mantan prajurit TNI AL yang sempat menjadi tentara bayaran Rusia, kembali menyita perhatian. Ia kini meminta agar status kewarganegaraan Indonesia-nya dikembalikan, usai dicabut karena terbukti melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
Namun, permintaan tersebut langsung ditanggapi tegas oleh anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB, Oleh Soleh. Ia menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh gegabah menyikapi persoalan ini.

“Keterlibatan Satria Arta Kumbara sebagai tentara bayaran di negara asing, apalagi di tengah konflik internasional, bukan hanya mencederai sumpah prajurit, tapi juga melanggar hukum Indonesia. Pemerintah tidak boleh sembarangan mengembalikan kewarganegaraan,” ujar Oleh Soleh di Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Mengacu pada pasal 23 huruf d dan e UU Nomor 12 Tahun 2006, seseorang kehilangan kewarganegaraannya jika secara sukarela masuk dinas tentara asing tanpa izin Presiden. Satria dinilai telah memenuhi unsur tersebut.
Oleh menambahkan, tindakan Satria adalah pelanggaran serius terhadap kehormatan negara dan konstitusi. Ia menilai bahwa status kewarganegaraan bukan sekadar formalitas administratif, melainkan hak sekaligus kewajiban yang melekat pada warga negara.
“Kewarganegaraan itu bukan sesuatu yang bisa dinegosiasikan setelah melakukan pelanggaran. Kalau sudah mengabdi ke negara lain, apalagi sebagai tentara bayaran, ya harus siap menerima konsekuensinya,” tegasnya.
Preseden Buruk
Menurutnya, negara harus bersikap konsisten agar kasus seperti ini tidak menjadi preseden buruk di masa depan. Ia mendesak agar Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Hukum dan HAM mengkaji kasus ini secara hati-hati dari sisi hukum dan diplomasi.
“Pemerintah harus mengedepankan kepentingan nasional dan kedaulatan negara. Jangan sampai kita terlihat lemah dalam menjaga prinsip-prinsip kebangsaan,” katanya.
Diketahui, Satria Arta Kumbara sebelumnya mengajukan permohonan agar status WNI-nya dipulihkan. Ia menyampaikan permintaan maaf kepada pemerintah dan masyarakat Indonesia atas keputusannya bergabung sebagai tentara bayaran Rusia dalam perang melawan Ukraina.
Alasannya, ia hanya mencari nafkah karena keterbatasan ekonomi usai keluar dari TNI AL. Namun alasan itu tak lantas membuat pelanggarannya bisa diabaikan.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik dan diperkirakan akan menjadi bahan diskusi serius antar-lembaga pemerintah. Pemerintah pun diminta bertindak hati-hati agar tetap menjunjung tinggi kedaulatan negara di tengah dinamika global.