MAKLUMAT — Perlahan tapi pasti, wajah sejumlah pelabuhan di Indonesia mulai berubah. Di Terminal Peti Kemas Ambon (TPK Ambon), dua unit quay container crane (QCC)—derek raksasa yang jadi andalan bongkar muat peti kemas di dermaga—mulai beroperasi dengan tenaga listrik.
Langkah ini mungkin terlihat sederhana. Tapi bagi PT Pelindo Terminal Petikemas (SPTP), elektrifikasi QCC adalah bagian dari transformasi besar menuju pelabuhan yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
“Elektrifikasi ini membuat kinerja bongkar muat lebih cepat, efisien, dan ramah lingkungan. Kami ingin mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil,” ujar Terminal Head TPK Ambon, Yandi Sofyan Hadi, kepada media, dalam surat resminya, Selasa (229/7/2025).
Elektrifikasi QCC—yakni mengganti sistem penggerak berbahan bakar minyak dengan listrik—berdampak signifikan dalam hal efisiensi energi. Berdasarkan data internal, penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dapat ditekan dari 126.315 liter per QCC per tahun menjadi hanya 7.893 liter. Artinya, terjadi penghematan BBM hingga 118.422 liter per tahun per unit.
Menuju Pelabuhan Ramah Lingkungan
Dampaknya tidak berhenti pada efisiensi biaya. Elektrifikasi turut mengurangi polusi suara dan emisi gas buang yang selama ini menjadi masalah di lingkungan pelabuhan. Di TPK Ambon yang kini mengoperasikan dua unit QCC listrik, manfaat itu mulai terasa. Suasana lebih tenang, udara tak lagi beraroma solar terbakar.
Langkah ini sejalan dengan kebijakan induk perusahaan, Pelindo Group, yang sejak beberapa tahun terakhir mulai mendorong pengembangan konsep green port. Konsep ini mengusung pengelolaan pelabuhan yang memperhatikan aspek lingkungan hidup, efisiensi energi, dan modernisasi infrastruktur.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI/ILFA) Maluku, H.B Sirait, menyambut positif inisiatif ini. “Kami mengapresiasi Terminal Petikemas Ambon dalam melakukan elektrifikasi peralatan bongkar muat, khususnya QCC,” ujar dia.
Langkah ini, lanjutnya, memberi dampak pada efisiensi layanan logistik, mengurangi waktu tunggu kapal, dan menekan biaya operasional. Persoalan ini kerap menjadi tantangan di kawasan timur.
Refomasi Pelabuhan Timur Indonesia
Menurut Sirait, pelabuhan-pelabuhan di Kawasan Timur Indonesia kerap tertinggal dalam hal modernisasi. Padahal, wilayah timur menyimpan potensi besar sebagai simpul logistik, terlebih dalam konteks pemerataan pembangunan dan integrasi ekonomi nasional.
Modernisasi berbasis elektrifikasi seperti di Ambon bukan menyangkut soal teknis semata, tapi juga membawa pesan: timur tidak boleh selalu tertinggal.
“Upaya elektrifikasi ini bukan soal efisiensi energi, tapi komitmen bersama menghadirkan ekosistem logistik yang lebih hijau dan berkelanjutan,” tambahnya. Ia berharap TPK Ambon bisa menjadi model bagi pelabuhan lainnya di Indonesia.
Tentu, elektrifikasi ini dibarengi dengan pelatihan bagi operator dan tim maintenance, sebagai langkah awal kesiapan teknis. SPTP tak berhenti di sini. Subholding layanan peti kemas ini juga menggelar doa bersama dan penyerahan bantuan sosial kepada Panti Asuhan Yayasan Al-Madinah Ambon, sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat sekitar.
Melalui peningkatan kompetensi SDM, modernisasi alat kerja, dan kepedulian sosial, TPK Ambon menunjukkan komitmennya dalam menciptakan pelayanan pelabuhan yang berkualitas, ramah lingkungan, dan berorientasi pada masyarakat.