MAKLUMAT — Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, mengungkapkan alasan di balik keputusannya untuk menghentikan program pendidikan barak militer Sekolah Kebangsaan. Eri menyampaikan hal ini saat menceritakan pengalamannya menangani anak-anak nakal yang kerap terjaring razia Satpol PP.
“Teman-teman sudah pasti tahu, 2022 dulu ramai di Surabaya ketika anak-anak yang kepegang pada waktu itu, tawuran, kepegang Satpol PP,” ujar Eri di Surabaya, Jumat (30/5/2025).
Keluar Barak Kembali Bermasalah
Eri mengungkapkan, Pemkot Surabaya awalnya bekerja sama dengan TNI untuk membina anak-anak tersebut di Lanudal Juanda selama 10 hari. Hasilnya dinilai positif. “10 hari saya masukkan mereka di TNI/Polri, ternyata keluar mereka jadi anak baik, orangtuanya mengatakan, pak arek iki dadi apik (anak ini menjadi baik/bagus). (Misalnya) Enggak tau (tidak pernah) mengucap terima kasih, saiki (sekarang) ngucap terima kasih,” ungkapnya.
Namun, Eri mendapati bahwa perubahan perilaku anak-anak ini hanya berlangsung sementara. Beberapa bulan kemudian, mereka kembali terlibat masalah dan tertangkap oleh aparat. “Ternyata setelah dari sana (Sekolah Kebangsaan), anak-anak itu berubah, tetapi setelah tiga bulan kecekel maneh (ditangkap lagi),” tuturnya.
Eri kemudian menggali lebih dalam akar persoalan tersebut. Ia menyadari bahwa persoalan utama bukan hanya soal disiplin semata, melainkan kurangnya perhatian dan kasih sayang orangtua di rumah. “Orangtuanya mengatakan kepada saya, mohon maaf saya menjadi juru cuci, saya tidak pernah ketemu anak saya. Berarti opo (berarti apa?) kasih sayang, komunikasi, tanggung jawab itu lebih penting,” katanya.
Gagas Kampung Anak Negeri
Atas dasar itu, Eri memutuskan untuk menghentikan program barak militer dan menggantinya dengan program yang lebih mengutamakan pendekatan kekeluargaan. Kini, Pemkot Surabaya fokus mengembangkan Kampung Anak Negeri (Kanri) dan program Bibit Unggul.
Kedua program tersebut berbasis asrama, dengan pendekatan kedisiplinan dan berfokus terhadap pemenuhan hak-hak anak.