Fenomena ‘Rojali’ dan Perubahan Pola Konsumsi Masyarakat di Tengah Digitalisasi

Fenomena ‘Rojali’ dan Perubahan Pola Konsumsi Masyarakat di Tengah Digitalisasi

MAKLUMAT — Fenomena rombongan jarang beli alias ‘Rojali’ tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial dan ruang diskusi publik. Istilah ini merujuk pada kebiasaan sekelompok orang yang datang ke pusat perbelanjaan untuk melihat-lihat produk tanpa melakukan transaksi pembelian.

Dosen Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr Miftakhul Khasanah STP MSI, menyebut perilaku semacam ini sebenarnya sudah ada sejak lama.

“Kalau kita lihat dari zaman dulu, orang jalan-jalan ke mal itu sudah biasa. Mereka datang bukan hanya untuk belanja, tetapi juga untuk rekreasi. Pusat perbelanjaan sudah lama menjadi alternatif hiburan bagi masyarakat,” ujarnya dilansir dari laman resmi UMY, Ahad (10/8/2025).

Menurutnya, fenomena ‘Rojali’ kemungkinan besar muncul dari keresahan para pelaku usaha ritel di tengah penjualan yang menurun. Perubahan pola konsumsi masyarakat dan kehadiran e-commerce membuat banyak konsumen memilih membandingkan harga secara online sebelum membeli.

“Banyak konsumen memilih untuk membandingkan harga dan kemudian membeli secara online. Biasanya, mereka melihat produk di toko, lalu mengecek harga di marketplace. Jika lebih murah, mereka akan lebih memilih untuk membeli secara online,” jelasnya.

Meski menjadi sorotan, Miftakhul menilai fenomena ini belum cukup untuk menjadi indikator pasti pelemahan daya beli masyarakat. Dibutuhkan kajian lebih mendalam dengan data yang valid, seperti survei konsumen Bank Indonesia dan survei penjualan eceran.

Baca Juga  Sri Mulyani Umumkan Paket Stimulus Ekonomi Rp24,44 Triliun untuk Masyarakat

“Jika hanya melihat fenomena ‘Rojali’ saja, itu tidak cukup. Meskipun demikian, fenomena ini bisa menjadi sinyal awal penurunan daya beli di beberapa wilayah,” tambahnya.

Dampaknya terhadap sektor ritel, khususnya toko offline di pusat perbelanjaan, tetap signifikan. Miftakhul menilai pelaku UMKM harus cepat beradaptasi dengan menggarap pasar online, meskipun masih banyak pelaku usaha yang belum melek digital.

“Banyak dari mereka yang sudah berusia di atas 50 tahun, belum melek digital, dan kesulitan memanfaatkan platform online. Tidak sedikit pula pemilik usaha yang enggan menyerahkan urusan digital kepada karyawan karena adanya gap tujuan dan kepercayaan,” paparnya.

Ia menegaskan, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan perlu aktif memberikan pelatihan digital marketing bagi pedagang. Menurut Miftakhul, fenomena ‘Rojali’ adalah cerminan transformasi sosial dan ekonomi yang tengah berlangsung.

Tak hanya itu, ia juga meminta agar pemerintah hadir sebagai fasilitator, sehingga massifnya digitalisasi menjadi peluang, bukan malah sebagai ancaman, bagi pelaku ekonomi kecil dan menengah.

*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *