
MAKLUMAT — Film animasi Jumbo tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan pecinta dan penikmat film tanah air. Karya garapan Ryan Adriandhy itu sampai saat ini masih tayang di bioskop dan telah sukses menarik lebih dari 5 juta penonton.
Menanggapi fenomena dan antusiasme publik terhadap film Jumbo, dosen filmologi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), M Andi Fikri MIKom, menyebut kehadiran film animasi tersebut sebagai angin segar bagi dunia perfilman Indonesia. Terlebih, Jumbo hadir di saat libur lebaran, yang menurutnya selama ini jarang diwarnai film-film animasi.
“Karena di tahun-tahun lebaran sebelumnya itu tidak ada animasi yang muncul. Jadi film Jumbo ini menjadi pembeda di bioskop lebaran ini,” ujar Andi, dikutip dari laman resmi Umsida, Senin (21/4/2025).
Pembeda di Tengah Gempuran Horor

Andi berpendapat, momentum libur lebaran memang merupakan waktu yang sangat tepat, sebab masyarakat merayakan hari kemenangan dan berkumpul bersama keluarga. Ia menilai, film Jumbo hadir sebagai tontonan alternatif yang menarik di tengah dominasi genre horor yang banyak tayang juga di momen tersebut.
“Di tengah penayangan banyak film yang didominasi genre horor ketika lebaran, membuat masyarakat beralih ke film Jumbo. Karena di momen ini merupakan waktu untuk menghabiskan bersama keluarga sehingga Jumbo banyak dipilih oleh para penonton di segala usia,” jelasnya.
Potensi Besar Pasar Animasi Lokal
Lebih lanjut, dosen Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi itu menilai, film Jumbo telah sukses menggaet minat generasi muda, terutama Gen Z, yang cenderung menyukai sesuatu yang baru dan berbeda.
Menurutnya, kalangan Gen Z kurang menggemari hal yang sama-sama saja. Kebanyakan, kata dia, pasti mencari hal yang berbeda, termasuk salah satunya dalam memilih tontonan yang menarik, yakni film Jumbo yang bergenre animasi di antara film-film live action.
Andi meyakini bahwa keberhasilan Jumbo menarik jutaan penonton sebagai salah satu indikator kuat bahwa film-film ataupun karya-karya animasi lokal memiliki potensi cukup besar di industri film nasional.
“Masyarakat Indonesia kebanyakan menggemari film horor. Tapi faktanya, film animasi Jumbo ini mampu bersaing dengan jumlah penonton film Pabrik Gula misalnya. Hal ini membuktikan bahwa film animasi bisa juga berlayar layaknya film-film lainnya,” terang pria yang juga Wakil Ketua Komite Film Dewan Kesenian Sidoarjo itu.
Ia menambahkan, film ini bahkan mencetak dua rekor sekaligus, yakni film animasi terlaris di Indonesia mengalahkan Frozen 2 yang kala itu mampu menarik 4,6 juta penonton, serta menjadi film animasi terlaris di Asia Tenggara yang mampu menyalip BoBoiBoy garapan Malaysia.
Yang juga patut diapresiasi, menurut Andi, adalah keterlibatan animator lokal dalam proses produksi film ini. Banyak di antaranya merupakan lulusan Does University, yang merupakan lembaga pendidikan kreatif yang digawangi pentolan band Endank Soekamti, yakni Erix Soekamti.
“Ini sangat menarik, jadi gebrakan baru yang patut dibanggakan untuk animasi lokal menjadi internasional,” kelakarnya.
Secara artistik, Andi menilai Jumbo layak bersaing dengan film animasi dari negara-negara besar di Asia, seperti film-film garapan Tiongkok ataupun Thailand. Ia pun menegaskan, meski selera penonton Indonesia belum sepenuhnya bergeser, Gen Z dengan rasa penasarannya yang tinggi menjadi peluang besar bagi berkembangnya animasi lokal.
Apalagi, Jumbo merupakan bagian dari universe milik Visinema Pictures yang membuka peluang hadirnya cerita-cerita lanjutan di masa mendatang.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Kendati demikian, Andi juga mengingatkan soal tantangan pasca kesuksesan Jumbo. “Tantangannya itu kita harus terus menonton film animasi produk Indonesia sendiri. Karena memang animasi Indonesia itu jarang disuguhkan. Mungkin ada beberapa, namun belum banyak,” katanya.
Ia juga menyoroti dominasi animasi luar negeri di pasar nasional dan menyerukan peran lebih aktif dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.
“Jadi saya harap stakeholder terkait, apalagi sekarang ada PT Produksi Film Negara yang bisa mendukung dan memasifkan film animasi Indonesia,” tandas Andi.
Meski begitu, ia mengaku optimis, jika pemerintah memberikan dukungan penuh dan para animator lokal memiliki semangat yang gigih, maka film-film animasi Indonesia bakal terus berkembang.
“Kalau pemerintah mendukung ditambah dengan semangat dari animator-animator lokal, tidak menutup kemungkinan bahwa film animasi Indonesia bisa naik daun. Seperti film Jumbo yang telah melalui perjalanan panjang,” tegas Andi.