22.8 C
Malang
Rabu, Desember 18, 2024
SosokGelora Pendidikan di Ranah Minang: Jejak Fajar Riza Ul Haq

Gelora Pendidikan di Ranah Minang: Jejak Fajar Riza Ul Haq

Dr. Fajar Riza Ul Haq
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Dr. Fajar Riza Ul Haq saat berkunjung ke Sumatera Barat. Foto:IST

MAKLUMAT — Hujan deras di Padang tak memadamkan semangat. Anak-anak berseragam sekolah, guru-guru dengan senyum hangat, dan kader Muhammadiyah dengan penuh harap menyambut Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Dr. Fajar Riza Ul Haq.

Hari itu, 13 Desember 2024, menjadi momen bagi mereka yang ingin mendengar langsung bagaimana pendidikan bermutu bisa menjangkau semua, dari pusat hingga pelosok.

Fajar tiba di Padang dengan agenda yang padat. Pagi-pagi buta, sebelum tugasnya sebagai khatib Jumat di Masjid At-Taqwa Muhammadiyah, ia terlebih dahulu menyapa anak-anak di SD Percobaan Ujung Gurun, SMP 6 Muhammadiyah, dan Sekolah Kalam Kudus.

Fajar Riza Ul Haq
Wamendikdasmen Dr Fajar Riza Ul Haq saat berkunjung ke Sumatera Barat. Foto:IST

Di sana, senyuman peserta didik menyambutnya. Diiringi tarian penyambutan khas, mereka memberi harapan, juga sekaligus menyimpan pertanyaan: apakah pendidikan yang berkualitas benar-benar bisa dirasakan di sini, jauh dari hiruk-pikuk Jakarta?

Di sela dialog dengan siswa dan guru, Fajar berbicara tentang “7 Kebiasaan Siswa” yang ia yakini mampu menjadi dasar membangun kualitas belajar dan hidup. Ia tak hanya bicara teori. Dengan empati yang tulus, ia mendengar aspirasi para guru, memeluk harapan-harapan kecil mereka tentang perlunya keadilan pendidikan.

“Kami di Kementerian berikhtiar keras untuk mengurangi kesenjangan. Tidak boleh lagi ada jurang antara sekolah swasta dan negeri, antara guru ASN dan guru honorer. Juga, antara kualitas pendidikan di Jawa dan luar Jawa,” ujar Fajar dengan nada tegas. “Pendidikan bermutu adalah hak semua anak bangsa, bukan kemewahan segelintir orang.”

Dalam kunjungan itu, Fajar tak hanya membawa gagasan besar, tapi juga menanamkan keyakinan. Keyakinan bahwa pendidikan yang setara dan bermutu adalah tugas kolektif, bukan sekadar wacana di ruang seminar.

Jejak Ranah Minang dalam Hidup Fajar

Masjid At-Taqwa Muhammadiyah menjadi panggung berikutnya. Dalam khutbahnya, Fajar membawa ingatan hadirin ke masa lalu, ke zaman di mana para tokoh Minang menjadi pelopor pergerakan bangsa.

“Sumatera Barat punya arti besar dalam hidup saya,” ungkapnya. “Saya adalah keturunan Bukittinggi. Guru hidup saya, Buya Ahmad Syafii Maarif, adalah putra terbaik ranah Minang.”

Ia menyebut nama-nama besar yang telah memberi warna pada sejarah Indonesia: Bung Hatta, KH. Agus Salim, Tan Malaka, Buya Hamka, Rohana Kudus, hingga Engku Sjafei. Fajar mengajak untuk belajar dari mereka, dari perjuangan tanpa pamrih yang kini sering terasa jauh dari realitas kehidupan modern.

“Sejarah bukan hanya tentang mengenang,” katanya. “Tapi belajar dan melanjutkan perjuangan.”

Sijunjung: Pesan dari Sumpur Kudus

Kunjungan itu berlanjut ke Sijunjung. Di sana, Fajar menyambangi SD 9 Manganti di Sumpur Kudus, sebuah tempat yang tak hanya menyimpan kisah leluhur Fajar, tetapi juga inspirasi Buya Syafii Maarif. Ia meresmikan masjid yang diberi nama tokoh besar itu, berbincang dengan para guru, dan menyerap energi perjuangan dari pesantren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang.

Di antara hiruk-pikuk kunjungan resmi, ada momen-momen kecil yang tak terlihat oleh kamera. Fajar berdiri di sudut ruang kelas, memerhatikan anak-anak membaca buku. Di wajahnya, terpancar harapan—seperti mimpi kecil yang ia bawa dari Jakarta untuk diwujudkan di sini, di sudut-sudut negeri yang sering terlupakan.

Malam itu, di sebuah jamuan bersama insan pers Sumatera Barat, ia berbagi cerita tentang tantangan membangun pendidikan yang bermutu. “Semua ini adalah tanggung jawab bersama,” ucapnya. “Bukan sekadar pekerjaan saya atau kementerian, tapi kita semua. Jika pendidikan maju, maka bangsa ini maju.”

Menghidupkan Spirit Muhammadiyah

Di penghujung kunjungannya, Fajar meninggalkan pesan penting: membangkitkan kembali gerakan pendidikan Muhammadiyah di ranah Minang. Gerakan yang dulunya menjadi suluh di tengah kegelapan, kini harus kembali menjadi cahaya, menjadi inspirasi untuk pendidikan yang tidak hanya memajukan intelektual, tapi juga membangun karakter.

Fajar pergi, tapi jejaknya tertinggal di setiap senyum anak-anak, di setiap langkah guru-guru yang berharap, dan di setiap doa yang terucap di tanah Minang. Tanah yang melahirkan para tokoh besar, dan mungkin, dengan pendidikan yang bermutu, akan kembali melahirkan generasi yang tak kalah hebatnya.

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer