Goldman Sachs: Harga Minyak Bisa Tembus $110 Jika Selat Hormuz Ditutup

Goldman Sachs: Harga Minyak Bisa Tembus $110 Jika Selat Hormuz Ditutup

MAKLUMATGoldman Sachs memperingatkan potensi lonjakan harga energi global di tengah kekhawatiran atas gangguan di Selat Hormuz, menyusul meningkatnya ketegangan geopolitik setelah serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran.

Dalam catatan tertanggal Ahad (22/6/2025), bank investasi asal AS itu memperkirakan harga minyak mentah Brent bisa mencapai puncaknya di angka $110 per barel, jika aliran minyak melalui Selat Hormuz—jalur vital pengiriman energi dunia—terganggu hingga 50% selama sebulan dan tetap terpangkas 10% selama sebelas bulan berikutnya.

“Harga akan mulai turun setelah itu, dengan Brent diproyeksikan rata-rata di angka $95 per barel pada kuartal keempat 2025,” tulis Goldman Sachs seperti dilansir Reuters via MSN, Senin (23/6/2025).

Lonjakan harga minyak mulai terlihat pada hari Senin, dengan Brent naik ke level tertinggi sejak Januari, setelah AS mendukung Israel dalam serangan terhadap tiga situs nuklir utama Iran: Fordo, Natanz, dan Isfahan.

Goldman mengutip data dari pasar prediksi Polymarket, yang menunjukkan kemungkinan 52% Iran akan menutup Selat Hormuz pada tahun 2025. Risiko ini menjadi semakin nyata setelah parlemen Iran menyetujui opsi penutupan selat, meskipun keputusan akhir masih berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi.

Baca Juga  Pesan Wakil Ketua PWM Jatim untuk Caleg Kader Muhammadiyah

Dalam simulasi skenario energi global, bank tersebut menyatakan:

  • Penurunan pasokan minyak Iran sebesar 1,75 juta barel per hari (bpd) selama enam bulan dapat mendorong Brent ke angka $90 per barel, sebelum kembali ke kisaran $60-an pada 2026.

  • Jika gangguan pasokan berlangsung lebih lama, harga bisa bertahan antara $70-80 per barel pada tahun 2026, karena melemahnya persediaan global dan terbatasnya kapasitas cadangan.

Di sektor gas alam, Goldman memproyeksikan pasar Eropa—terutama tolok ukur TTF—akan ikut terpengaruh. Harga TTF berpotensi melonjak hingga €74 per megawatt-jam (setara $25 per MMBtu) jika ketidakpastian terus berlanjut.

Namun, pasar gas alam di AS diperkirakan hanya akan mengalami dampak terbatas. Faktor struktural seperti kapasitas ekspor LNG yang tinggi dan minimnya kebutuhan impor menjaga stabilitas pasar domestik.

“Meski situasi di Timur Tengah sangat cair, insentif ekonomi dari negara-negara besar—termasuk AS dan China—akan sangat kuat untuk mencegah terjadinya gangguan berkepanjangan di Selat Hormuz,” ujar Goldman Sachs.

Dunia kini menatap Selat Hormuz sebagai barometer utama stabilitas energi global.

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *