MAKLUMAT — Langit Kanigoro, Ahad (22/12) pagi itu, tampak sedikit murung dengan awan yang menggelayut. Namun, suasana di Masjid Muhammadiyah Nurul Iman, Jalan Irian No. 13, Desa Kanigoro, Kabupaten Blitar, justru penuh semangat.
Burung-burung berkicau, ayam berkokok, tapi suara-suara alam itu tak mampu menandingi gemuruh tekad dari lebih 100 orang yang telah berkumpul sejak pagi.
Mereka adalah warga Muhammadiyah dari pelosok Kabupaten Blitar. Laki-laki, perempuan, tua, muda, semua datang dengan membawa alat sederhana—parang, cangkul, hingga lencek. Tidak ada kesan tergesa-gesa, tapi mata mereka memancarkan gairah luar biasa.
Tanpa banyak komando, mereka langsung bekerja. Lahan kosong di dekat masjid itu menjadi sasaran. Kayu-kayu tua yang berserakan dipungut dengan hati-hati, bambu-bambu kering diangkat bersama, sementara dua truk disiapkan untuk mengangkut sisa-sisa material.
Sebuah alat berat ikut membantu, berderak memindahkan tumpukan material besar yang sulit disentuh tangan manusia. Namun, di antara semua itu, ada satu pemandangan yang sulit diabaikan: kolaborasi antar-manusia.
Tidak ada yang bekerja untuk dirinya sendiri. Semuanya bergerak dalam satu irama, untuk satu tujuan—membangun Gedung Muhammadiyah Centre (GMC) PDM Kabupaten Blitar.
“Ini bukan sekadar kerja bakti,” ujar seorang lelaki tua dengan senyum yang penuh makna, sambil memandang tumpukan bambu yang menanti untuk diangkat. “Ini doa dalam bentuk nyata. Setiap pukulan cangkul adalah harapan.”
Generasi muda menjadi motor penggerak. Dengan penuh energi, mereka mengangkat, menyusun, dan tak henti bergerak. Generasi tua hadir sebagai kompas, memberikan arahan dengan penuh kebijaksanaan. Di situ, tidak ada jarak usia. Yang ada hanyalah semangat gotong royong yang menyatukan.
Gedung Muhammadiyah Centre yang kelak berdiri megah di lahan itu akan menjadi lebih dari sekadar bangunan. Ia akan menjadi simbol persatuan, rumah bagi kegiatan keagamaan, pendidikan, dan sosial. Tetapi, lebih dari itu, ia adalah bukti bahwa kerja keras dan kebersamaan mampu mengatasi segala rintangan.
Hari itu, di tanah Kanigoro, kerja keras berubah menjadi doa. Bambu-bambu tua yang diangkat, kayu-kayu lapuk yang disingkirkan, semuanya adalah saksi bisu dari harapan yang terus ditegakkan.
Kelak, ketika GMC berdiri megah, barangkali kita akan teringat pada pagi itu—pagi di mana tangan-tangan kecil tanpa lelah menegakkan mimpi besar untuk masa depan yang lebih baik.