25.8 C
Malang
Minggu, Desember 22, 2024
OpiniGus Miftah, Karomah, dan Kesalahan Berpikir

Gus Miftah, Karomah, dan Kesalahan Berpikir

Pendakwah yang juga Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama, Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah.
Pendakwah yang juga Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama, Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah.

MAKLUMAT – Masih menyoal kasus Gus Miftah yang melayangkan kalimat tidak pantas kepada Bapak Sonhaji. Lantaran kejadian itu, kini banyak orang yang berempati kepada Bapak Sonhaji, mulai dari kalangan artis, konten kreator, dai kondang, hingga Presiden Prabowo Subianto. Mereka berduyun-duyun memberikan sejumlah bantuan materiil maupun non-materiil.

Penulis: Rozak Al-Maftuhin *)
Penulis: Rozak Al-Maftuhin *)

Tentu saja, sangat menarik bagaimana Allah memuliakan seorang hamba dalam satu malam. Salah satunya dengan memanggil Bapak Sonhaji ke Tanah Haram, melalui perantara Ustadz Fakhrurrazi Anshar. Saya yakin Bapak Sonhaji pun tidak pernah berpikir tentang itu. Tapi begitulah kuasa Allah. Dia memampukan yang dipanggil, dengan jalan biasa maupun tidak biasa.

Ironisnya, mulai ada narasi yang cacat nalar seolah membenarkan apa yang dilakukan oleh Gus Miftah hanya karena melihat efek positif yang ditimbulkan. Ada yang menyebut itu karomah Gus Miftah. Ada yang menyamakan Gus Miftah dengan Nabi Khidir, dimana ia bisa melihat apa yang tidak dilihat banyak orang, termasuk Nabi Musa. Kemudian menarik kesimpulan, “jika Gus Miftah tidak menghina Bapak Sonhaji, dia tidak akan mendapatkan bantuan dari banyak pihak. Itulah karomah Gus Miftah.”

Sekilas, narasi semacam ini seolah benar. Tapi sejatinya salah besar dan cacat nalar. Inilah contoh kesalahan berpikir yang nyata. Pertama, jika menggunakan pendekatan kriminologi, maka Gus Miftah berperan sebagai pelaku kejahatan (bullying) dan Bapak Sonhaji sebagai korban.

Sekarang terangkan kepada saya, apakah karomah Allah layak disematkan kepada pelaku kejahatan? Karena saya melihat, karomah itu justru lebih layak disandingkan dengan Bapak Sonhaji.

Allah memberikan karomah kepada Bapak Sonhaji dengan membebaskan ia dari hinaan manusia dan menaikkan derajatnya. Dan kesaksian para tetangga menguatkan itu, mereka menyebut Bapak Sonhaji merupakan pribadi yang baik, peduli, santun, dan suka menolong.

Agar lebih memahami kesalahan berpikirnya, saya akan memberikan contoh kasus yang serupa.

Di suatu malam, ada pengajian yang banyak dihadiri jamaah, laki-laki dan perempuan. Saat itu panitia sudah menyekat lokasi untuk jamaah laki-laki dan perempuan. Eh, meski demikian, ada satu laki-laki (sebut saja A) dengan otak kotor tiba-tiba menyerobot masuk lokasi jamaah perempuan. Di sana dia melakukan tindakan asusila kepada seorang jamaah perempuan (sebut saja B). Padahal B sudah menutup aurat dan menjaga dirinya dengan baik. Tentu saja, B sangat malu atas perbuatan si A yang melakukan tindakan asusila kepadanya, apalagi di tempat umum.

Beberapa waktu berlalu, kejadian ini viral di sosial media. Banyak orang yang berempati kepada si B. Para artis, youtuber, dai, hingga pejabat yang memberikan dukungan moril, diberangkatkan umroh, hingga memberikan beasiswa hingga S3 ke luar negeri kepada si B.

Berangkat dari analogi ini, beranikah kita mengatakan A, si pelaku kejahatan itu diberikan karomah oleh Allah? Dengan asumsi, seandainya si A tidak berbuat demikian, belum tentu si B mendapatkan beasiswa dan ajakan umroh kan? Begitukah nalar berpikirnya?

Saya yakin, setiap dari kita yang waras tidak akan membenarkan narasi tersebut, karena jelas terjadi logical falacy. Dan terakhir, stop menormalisasi tindakan yang tidak benar hanya karena membawa dampak positif. Kejahatan tidak bisa ditolerir, ada kemudharatan di sana.

_______________

*) Penulis adalah Ketua Majelis Pustaka, Informasi, dan Digitalisasi PDM Kota Blitar

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer