29.3 C
Malang
Jumat, November 22, 2024
KilasHaedar Nashir: Ruang Publik Tak Hanya Berdimensi Benar atau Salah

Haedar Nashir: Ruang Publik Tak Hanya Berdimensi Benar atau Salah

Ketum PP Muhammadiyah Prof KH Haedar Nashir
Ketum PP Muhammadiyah Prof KH Haedar Nashir

KETUA Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof KH Haedar Nashir mengatakan di ruang publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak, yang ada tidak hanya dimensi benar atau salah. Namun juga ada baik dengan buruk, pantas dan tidak, etika, dan norma.

“Perspektif ruang publik yang multidimensional itu, juga berlaku pada setiap kompetisi yang dijalani. Tidak boleh hanya karena mengejar kemenangan, lalu semua cara menjadi halal,” katanya dalam acara Syawalan 1445 Hijriyah Keluarga Besar Universitas Ahmad Dahlan (UAD) di Masjid Islamic Center UAD, Rabu (17/4/2024).

Maka dari itu, Haedar mendorong setiap orang di ruang publik untuk menyertakan hati dalam setiap interaksi dan juga pada setiap ruang perjumpaan. Lebih-lebih kepada muslim, yang dalam ajaran agamanya memiliki aturan tentang batas nilai.

“Mengulik kembali hasil riset yang dilakukan oleh Microsoft tentang keadaban digital, warganet Indonesia tercatat memiliki keadaban yang rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya,” ungkapnya.

Tentang riset itu, Haedar menjelaskan, saat ini terjadi peluruhan akhlak dan nilai utama yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Bahkan, tidak hanya keadaban digital, tapi peluruhan juga terjadi di bidang lain seperti angka korupsi di Indonesia yang tinggi.

Menurut Haedar, terdapat beberapa kemungkinan penyebab terjadinya itu, salah satunya adalah adanya pelonggaran nilai yang kemudian menjadikan semua permisif atau serba boleh. “Soal keadaban ini tugas kita bersama, apalagi generasi baru,” tegasnya.

Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu mengungkapkan, di tengah derasnya gelombang informasi yang digitalisasi, terjadi peluruhan kepercayaan terhadap agama atau institusi spiritualitas pada kalangan anak-anak muda Indonesia. Mereka juga mengalami kegundahan akan adanya arus sekularisasi dan liberalisasi.

Selain itu, terpaan gelombang informasi di era digital ini juga menyulitkan orang tua dalam melakukan transfer nilai ke anak-anaknya. Oleh karena itu disarankan supaya tidak hanya melakukan pendekatan secara normatif.

“Atau sesuatu yang normatif harus kita elaborasi menjadi semacam nilai yang hidup dan mengalami proses transformasi, dan bisa menjadi proses orang mengambil nilai itu dalam proses habit dan internalisasi yang mudah,” tegasnya.

“Proses transfer nilai kepada generasi penerus tidak hanya sekadar tugas orang tua, tapi juga institusi-institusi pendidikan, termasuk Muhammadiyah di dalamnya yang memiliki concern terhadap dunia pendidikan,” tandasnya.

Sumber: Muhammadiyah.or.id

Editor: Aan Hariyanto

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lihat Juga Tag :

Populer