27.1 C
Malang
Minggu, Maret 30, 2025
KilasHaedar Nashir Serukan Gaya Hidup Sederhana di Momen Idulfitri

Haedar Nashir Serukan Gaya Hidup Sederhana di Momen Idulfitri

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, dalam acara Silaturahmi Ramadan di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (25/3/2025). (Foto: IST)
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, dalam acara Silaturahmi Ramadan di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (25/3/2025). (Foto: IST)

MAKLUMAT — Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nashir MSi, mengingatkan masyarakat agar tidak menjadikan mudik lebaran sebagai ajang pamer kekayaan ataupun kesuksesan. Ia menekankan bahwa tradisi pulang kampung seharusnya lebih berorientasi pada kebersamaan dan kesederhanaan.

“Menjadi parsial atau bahkan tidak penting kalau mudik menjadi pamer kendaraan, kemudian pamer kesuksesan di rantau,” ujar Haedar dalam acara Silaturahmi Ramadan di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (25/3/2025).

Menurut Haedar, esensi lebaran akan kehilangan makna jika hanya dimanfaatkan untuk ajang unjuk diri. Ia menilai, Idulfitri seharusnya menjadi momentum untuk mempererat hubungan sosial dan memperkuat nilai-nilai kebersamaan.

“Syawalan, Idulfitri, mudik itu menjadi kekuatan untuk menumbuhkan semangat kebersamaan. Saya yakin penting,” kata dia.

Dampak Negatif Gaya Hidup Berlebihan

Lebih lanjut, Haedar menyoroti dampak negatif dari perilaku gaya hidup yang berlebih-lebihan, terutama dalam menciptakan kesenjangan sosial dan mendorong perilaku menyimpang di tengah masyarakat.

“Sukses itu harus, tetapi kalau menjadi pamer nanti akan tumbuh kesenjangan dengan masyarakat yang pada umumnya hidup sederhana dan biasa. Bisakah kita sekarang untuk hidup secukupnya?” tegasnya.

Tak hanya di tingkat individu, Haedar juga menyoroti bagaimana pola hidup berlebihan telah merambah ke kalangan elite, baik di bidang politik, ekonomi, maupun keagamaan. Menurutnya, fenomena ini berpotensi menjadi akar munculnya praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

“Muncul semangat untuk berlomba-lomba mencari sebanyak-banyaknya kekayaan dan kekuasaan. Kekayaan tak pernah kenyang ketika harta dan rezeki Tuhan dilimpahkan kepadanya. Kekuasaan juga sama, sudah dikasih masa jabatan seharusnya setiap orang dengan senang hati turun dari takhta itu dengan senyuman,” katanya.

Menjalani Hidup Sederhana dan Secukupnya

Tak hanya itu, Haedar mengajak masyarakat untuk menjadikan Idulfitri sebagai momen refleksi dan penguatan spiritual. Menurutnya, kebahagiaan sejati tidak terletak pada pencapaian materi yang berlebihan, melainkan pada kesadaran untuk hidup secukupnya dan menghargai kebersamaan.

“Jadikan syawalan, Idulfitri, pulang kampung itu area untuk men-charge ruhani setiap anak bangsa atau mereka yang punya posisi-posisi penting untuk menjadi orang biasa. Dan betapa nikmatnya menjadi orang biasa,” katanya.

Penetapan 1 Syawal 1446 H

Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin, 31 Maret 2025. Penetapan ini didasarkan pada metode hisab hakiki wujudul hilal yang telah lama digunakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Menurut metode ini, awal bulan ditentukan jika hilal sudah wujud, yaitu setelah terjadi ijtimak sebelum matahari terbenam, bulan terbenam setelah matahari, dan piringan atas bulan berada di atas ufuk saat matahari terbenam. Jika salah satu dari kriteria ini tidak terpenuhi, maka bulan digenapkan menjadi 30 hari.

Berdasarkan data astronomis, ijtimak terjadi pada Sabtu Kliwon, 29 Ramadan 1446 H atau 29 Maret 2025 pukul 17:59:51 WIB. Namun, saat matahari terbenam di Yogyakarta (07° 48′ LS dan 110° 21′ BT), tinggi bulan masih berada di -01° 59′ 04″, yang berarti hilal belum wujud.

Di seluruh wilayah Indonesia, bulan juga masih berada di bawah ufuk, sehingga Ramadan 1446 H digenapkan menjadi 30 hari dan 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin Pahing, 31 Maret 2025.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

BACA JUGA ARTIKEL TERKAIT

ARTIKEL LAINNYA

Populer