22.7 C
Malang
Jumat, Desember 27, 2024
SosokHana Catur Wahyuni, Dosen Perempuan yang Jadi Guru Besar Kedua Umsida

Hana Catur Wahyuni, Dosen Perempuan yang Jadi Guru Besar Kedua Umsida

Wakil Rektor I Umsida, Prof Hana Catur Wahyuni. (Foto:Dok. Umsida)
Wakil Rektor I Umsida, Prof Hana Catur Wahyuni. (Foto:Dok. Umsida)

MAKLUMAT – Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Prof Dr Hana Catur Wahyuni ST MT, resmi menyandang status sebagai Guru Besar. Ia menjadi dosen perempuan kedua di Umsida yang berhasil meraih gelar tersebut.

Dosen Program Studi (Prodi) Teknik Industri Umsida itu menekuni kepakaran atau bidang ilmu pada manajemen rantai pasok.

Mengenal Hana Catur Wahyuni

Hana Catur Wahyuni telah menekuni manajemen rantai pasok yang berfokus pada halal supply chain, sejak mengenyam pendidikan sarjana, yang ia tempuh di Prodi Teknik Industri Universitas Islam Indonesia (UII).

Perempuan kelahiran Nganjuk itu lantas melanjutkan studi magister dan doktoralnya di program pascasarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan fokus pada bidang yang sama.

“Ini lebih diilhami karena di rantai pasok terdapat kompleksitas masalah dalam lingkup teknik industri yang menarik untuk diselesaikan,” ujar Hana, seperti dikutip dari laman resmi Umsida.

Ketertarikan Hana pada manajemen rantai pasok salah satunya karena bidang tersebut melibatkan banyak keterkaitan dengan mengkoordinasikan banyak aktor, mulai dari supplier, distributor, prosesor, hingga retail.

Hana juga menyebutkan alasannya menekuni bidang tersebut karena merupakan salah satu cabang ilmu yang sudah ada sejak lama.

Bidang penelitian yang pernah ia lakukan antara lain terkait pengukuran risiko keamanan pangan dan halal, penentuan prioritas perbaikan kualitas, analisa risiko rantai pasok, analisa peningkatan kualitas, hingga pendampingan sertifikasi halal terhadap sejumlah UMKM, dan lain sebagainya.

Hana mengaku bahwa sejak awal sudah memiliki road map karir mulai dari lulus S3, pengajuan lektor, lektor kepala, hingga menjadi guru besar.

“Setelah menerima SK sebagai lektor kepala, saya semakin giat membuat artikel untuk Scopus di luar artikel-artikel lainnya. Itu komitmen saya pribadi sehingga sesuai dengan perhitungan saya, dalam waktu dua tahun saya bisa mengajukan guru besar,” ungkapnya.

Sebenarnya, Hana mengaku telah mengajukan guru besar sejak pertengahan tahun ini. Namun, karena saat itu ada kebijakan baru dari Dikti yang belum bisa diakses, membuatnya harus memundurkan pengajuan itu hingga di Bulan Oktober. Dan SK pengangkatannya sebagai Guru Besar akhirnya terbit pada 17 Desember 2024.

Kompleksitas Permasalahan Rantai Pasok

Wakil Rektor I Umsida, Prof Hana Catur Wahyuni. (Foto:IST)
Wakil Rektor I Umsida, Prof Hana Catur Wahyuni. (Foto:IST)

Menurut Hana, saat ini permasalahan dalam manajemen rantai pasok semakin kompleks. Sebab terdapat banyak unsur kebijakan serta pola perubahan ekonomi orang.

Hal tersebut membuat rantai pasok perlu dilakukan penetrasi dan perhatian lebih khusus agar semua komponen yang terlibat di dalam rantai pasok suatu produk lebih terkoordinir.

“Apalagi konsentrasi saya ada di halal supply chain yang lebih mengarah pada bagaimana menjaga produk ini tetap halal selama di rantai pasoknya,” terang Hana.

Menurut Hana, hasil penelitian menunjukkan bahwa bisa saja terjadi adanya kemungkinan perubahan status halal menjadi tidak halal karena beberapa faktor, seperti transportasi atau proses pendistribusian.

“Jadi tidak berarti bahwa makanan halal itu jika berasal dari bahan yang halal maka produk tersebut halal untuk dikonsumsi. Dia akan diproses terlebih dahulu yang bisa menjadi resiko produk tersebut menjadi tidak halal,” jelasnya.

Sebab itulah, sebagai seorang akademisi maupun praktisi, Hana ingin benar-benar memahami cara menjaga kehalalan suatu produk.

Perempuan yang Jadi Guru Besar Kedua Umsida

Seperti dikatakan di awal, Hana merupakan dosen perempuan kedua di Umsida yang berhasil menjadi Guru Besar.

Sosok perempuan pertama yang berhasil menjadi Guru Besar Umsida adalah Prof Andriani EP MS dari prodi Agroteknologi. Ia telah meraih gelar tersebut sejak tahun 2010 silam.

Menurut Hana, tidak ada perbedaan ataupun batasan gender terkait hal tersebut.

Namun, Hana menilai, perempuan memiliki suatu kekhasan yang tidak dimiliki laki-laki, yakni kemampuan untuk memainkan lebih dari satu peran (multitasking).

“Apalagi bagi perempuan yang mempunyai peran seperti saya, kita harus bisa membagi waktu tenaga dan pikiran sebagai seorang akademisi, dan sebagai seorang ibu yang memiliki tanggung jawab anak rumah dan suami yang tidak bisa ditinggalkan,” sebutnya..

Perempuan, kata Hana, juga harus bisa mengambil peran di masyarakat. Kesibukan seharusnya tidak menjadi alasan ataupun penghalang bagi perempuan dalam interaksi sosialnya.

Perempuan harus lebih peduli dengan tetangga dan lebih responsif dengan kondisi sosial, termasuk melalui peran dan kontribusinya di Persyarikatan Muhammadiyah.

“Perempuan juga harus peduli dengan Persyarikatan. Dengan beban dan tanggung jawab yang kita miliki, bukan berarti kita tidak adil dalam kegiatan ranting, kegiatan cabang dan lainnya,” tandas Hana.

Itulah peran unik yang harus dikuasai perempuan menurut Hana. Setinggi apapun pendidikannya, perempuan tetap harus menyadari perannya di berbagai posisi.

Hana menegaskan prinsipnya bahwa karir harus tetap lancar, tapi kehidupan di rumah dan masyarakat juga harus tetap berlangsung dan terjaga.

spot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Ads Banner

Lihat Juga Tag :

Populer