MAKLUMAT – Hari Kebangkitan Nasional bukanlah milik satu kelompok, melainkan buah dari kesadaran kolektif seluruh elemen bangsa yang ingin mengakhiri penjajahan di bumi pertiwi.
Dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyerukan pentingnya membangkitkan kesadaran kolektif untuk menjaga persatuan, merawat, dan memajukan Indonesia.
Menurut Haedar, Hari Kebangkitan Nasional menyimpan pelajaran berharga bagi generasi masa kini: bahwa perbedaan bisa disatukan dalam satu tujuan luhur, yakni menghapus penjajahan melalui gerakan yang terorganisir dan modern.
“Para tokoh kala itu, meski datang dari latar ideologi yang beragam, memiliki jiwa besar untuk menyatukan semangat perjuangan,” ujar Haedar dalam keterangan tertulis, Selasa (20/5/2025).
Kesatuan visi ini tumbuh karena rakyat dan para pemimpin saat itu berada dalam penderitaan yang sama: dijajah. Kesadaran kolektif inilah yang kemudian melahirkan Undang-Undang Dasar 1945, yang dalam Pembukaannya dengan tegas menyatakan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.
Haedar mengajak masyarakat—khususnya elit bangsa—untuk bercermin pada keteladanan para tokoh nasional, yang mengutamakan kepentingan bangsa di atas ego pribadi dan golongan.
“Mereka melebur dalam kekuatan nasional, berjuang bersama meskipun melalui jalan yang berbeda. Kepentingan Indonesia merdeka mereka tempatkan di atas segalanya. Itulah makna kenegarawanan sejati,” tegas Guru Besar Sosiologi ini.
Prioritas Utama
Haedar menegaskan bahwa kepentingan Indonesia harus menjadi prioritas utama. Bila semangat ini menyatu dalam diri para pemimpin bangsa, maka Indonesia akan mampu keluar dari belitan persoalan kebangsaan yang tak kunjung selesai.
Persoalan yang dimaksud, lanjutnya, mencakup korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dominasi oligarki dalam politik dan ekonomi, serta berbagai masalah lainnya yang bersumber dari ambisi kekuasaan pribadi yang mengabaikan rakyat.
“Indonesia yang kita perjuangkan bukanlah milik segelintir orang kaya atau kelompok tertentu. Indonesia harus menjadi rumah bagi semua,” kata Haedar, merujuk pada pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945.
Dalam semangat Hari Kebangkitan Nasional, Haedar mengajak seluruh elemen bangsa—terutama para elit—untuk bangkit dengan kesadaran kolektif, serta hidup dalam semangat kebersamaan demi menyatukan, merawat, dan memajukan negeri ini.
Para elit, menurutnya, harus selesai dengan urusan pribadinya. Mereka tak boleh menjadikan jabatan sebagai jalan menumpuk kekayaan, melainkan harus tampil sebagai pejuang dan negarawan sejati—bahkan ketika harus menanggung penderitaan sekalipun.
“Hari Kebangkitan Nasional adalah momentum untuk menyerap karakter kuat para pendiri bangsa. Elit dan rakyat harus memiliki etika luhur dan semangat pengabdian tinggi, serta menempatkan diri sebagai bagian utuh dari bangsa dan negara,” pungkasnya.