MAKLUMAT – Nama Jokowi masih menjadi sorotan utama dalam perbincangan publik soal politik dan demokrasi, setahun setelah ia meninggalkan kursi kepresidenan. Hasil riset Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia bersama Binokluar menunjukkan Jokowi menempati posisi ketiga sebagai tokoh yang paling sering muncul dalam pemberitaan media arus utama.
Riset ini menganalisis pemberitaan dan percakapan publik menggunakan teknologi Artificial Intelligence. Data dihimpun dari media siber, cetak, dan elektronik, serta dari platform X, Facebook, Instagram, YouTube, dan TikTok. Penarikan data dilakukan pada periode 21 Oktober 2024 hingga 21 Oktober 2025.
Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati, menjelaskan bahwa terdapat 573.979 pemberitaan berkaitan dengan politik dan demokrasi selama satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran. Dari jumlah itu, 460.327 atau 80 persen bernada positif, 10.309 atau 2 persen bersifat netral, dan 103.343 atau 16 persen negatif.
“Tingginya sentimen positif ini menunjukkan citra positif dan narasi yang berkembang mendukung kinerja pemerintahan. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap isu politik dan demokrasi tidak terlepas dari berbagai kebijakan populis serta kinerja para menteri dalam mewujudkan program Asta Cita Prabowo–Gibran,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (23/10/2025).
Bayang-bayang Jokowi
Salah satu temuan dalam riset ini, yakni ada sepuluh tokoh tercatat paling sering muncul dalam pemberitaan politik. Mereka adalah Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka, Joko Widodo, Listyo Sigit Prabowo, Bahlil Lahadalia, Megawati Soekarnoputri, Prasetyo Hadi, Budi Gunawan, Teddy Indra Wijaya, dan Erick Thohir.
“Di antara 10 tokoh tersebut, yang paling tinggi mendapatkan sentimen negatif adalah Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Namun, menariknya Prabowo Subianto juga mendapatkan sentimen positif yang cukup tinggi,” jelas Neni.
Ia mengatakan, tingginya perbincangan publik tentang Jokowi memperlihatkan bahwa pengaruh sosok eks presiden itu terhadap arah pemerintahan baru belum sepenuhnya surut. Dalam diskursus publik, muncul kekhawatiran bahwa arah pemerintahan cenderung menuju otoritarianisme dan memperkuat politik dinasti.
Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka juga disebut tidak lepas dari kekecewaan publik terhadap bayang-bayang Jokowi dalam pemerintahan saat ini. Dalam pandangan publik, intervensi Jokowi melalui para menteri yang dianggap masih menjadi bagian dari gerbongnya dinilai terlalu jauh dan mengganggu independensi pemerintahan baru.
“Intervensi Joko Widodo melalui para menteri yang menjadi bagian dari gerbongnya dianggap terlalu jauh dan mengganggu independensi pemerintahan baru, atau bahkan melampaui batas kewenangannya sebagai mantan presiden,” ujar Neni.