Hati-Hati! Anak Bisa Kecanduan Susu Kental Manis, Begini Dampak dan Cara Mengatasinya

Hati-Hati! Anak Bisa Kecanduan Susu Kental Manis, Begini Dampak dan Cara Mengatasinya

 

MAKLUMAT— Susu kental manis (SKM) masih jadi favorit banyak anak. Rasanya yang manis membuat mereka sering merengek minta tambah. Namun, di balik kenikmatannya, SKM bisa menimbulkan kecanduan yang berbahaya jika dikonsumsi berlebihan.

Fenomena ini dijelaskan secara ilmiah. Rasa manis pekat pada SKM memicu pelepasan hormon dopamin di otak. Dopamin memberi rasa senang dan puas, membuat anak ingin meminumnya lagi dan lagi. Lama-kelamaan, tubuh terbiasa dan mulai “nagih” rasa manis itu.

Dilansir dari laman SCMedia dan berbagai sumber, meski disebut “susu” namun bahan utama SKM adalah gula. Bahkan kadarnya bisa lima kali lebih tinggi dari susu sapi cair biasa. Jika anak mengonsumsinya berlebihan, dampaknya bisa membuat gigi cepat berlubang. Ini karena gula memberi makan bakteri di mulut yang memproduksi asam perusak enamel gigi.

Selain itu anak bisa obesitas, karena kalori SKM tinggi dan mudah dicerna. Hal ini membuat anak cepat lapar dan berisiko kelebihan berat badan. Dampak lain adalah resistensi insulin karena tubuh sulit mengatur gula darah, memicu risiko diabetes tipe 2, kolesterol tinggi, hingga penyakit jantung.

Langkah Mengurangi Kecanduan Susu Kental Manis

Orang tua perlu bertindak cepat jika anak sudah terbiasa dengan SKM. Beberapa cara yang bisa dilakukan:

1. Ganti rasa manis dengan buah segar.

2. Kurangi porsi SKM secara bertahap.

Baca Juga  Jadwal Salat dan Imsakiyah Ramadan 1446 H untuk Kabupaten Kediri dan Sekitarnya

3. Jelaskan pada anak bahwa terlalu banyak gula bisa bikin gigi sakit atau tubuh cepat lelah.

4. Pilih alternatif seperti susu UHT, susu formula, atau tetap prioritaskan ASI hingga usia 2 tahun.

Jadi memberi yang terbaik untuk anak berarti juga mengontrol apa yang mereka konsumsi. Sesekali rasa manis tidak masalah, tapi kesehatan jangka panjang jauh lebih penting. Dengan pengenalan pola makan sehat sejak dini, anak bisa tumbuh optimal tanpa risiko penyakit yang mengintai.

*) Penulis: Rista Giordano

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *