WAKIL Ketua Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah Hening Purwati berharap agar Muhammadiyah menolak tawaran izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah.
Menurut dia, industri ekstraktif seperti pertambangan memiliki dampak yang sangat luas. Bukan hanya dampak terhadap lingkungan hidup, bahkan juga dampak terhadap aspek sosial warga terdampak.
Sangat sulit untuk bisa menilai apakah usaha pertambangan bakal menghasilkan kebaikan bagi Persyarikatan, terlebih kemaslahatan bagi masyarakat sekitar. Sebab dampak yang dihasilkannya menjalar ke berbagai aspek.
“Tentang alam yang normal, yang hijau, yang segala macem kemudian akan berubah menjadi drastis menjadi lubang-lubang tambang. Jadi akan terjadi perubahan bentang alam yang sangat drastis,” ujarnya dalam forum diskusi ‘Menteng Corner’ di PP Muhammadiyah, Jumat (26/7/2024).
Kerusakan alam tersebut, kata Hening, akan semakin meningkatkan problem krisis iklim yang tengah dihadapi umat manusia. Selain itu, industri pertambangan kerapkali merampas ruang hidup rakyat, menciptakan konflik agraria.
Lebih lanjut, perempuan yang juga menjabat Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah sekaligus fellow Greenfaith Indonesia itu mengaku masih berharap para pimpinan Persyarikatan tidak menerima tawaran tambang tersebut.
“Kalau buat saya yang penting adalah bahwa yang penting bahwa mari berharap semoga masih ada keajaiban bahwa besok atau lusa itu para pimpinan tidak menerima tambang untuk Muhammadiyah,” ujar Hening.
Menurut Hening, para pimpinan di PP Muhammadiyah hanya perlu mengucap terimakasih kepada pemerintah atas tawaran yang diberikan dan berharap bisa membantu dengan cara lain.
Sebagai informasi, PP Muhammadiyah akan mengumumkan secara resmi penerimaan izin tambang untuk ormas usai Konsolidasi Nasional (Konsolnas) yang bakal digelar Sabtu-Ahad (27-28/7/2024) esok di Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta.
Ketentuan soal konsesi tambang untuk ormas keagamaan tertuang dalam PP nomor 25/2024 tentang Perubahan atas PP nomor 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam regulasi tersebut, terdapat aturan baru yang mengizinkan organisasi masyarakat atau ormas untuk mengelola lahan pertambangan. Aturan tersebut tertuang pada Pasal 83A yang membahas soal Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WUIPK) secara prioritas.
Reporter: Ubay NA