MAKLUMAT – Hotel dan resto dalam kondisi sekarat. Tingkat okupansi turun drastis, pengunjung menyusut, dan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) makin nyata.
Komisi VII DPR RI pun mendesak pemerintah turun tangan untuk menyelamatkan industri ini.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKB, Siti Mukaromah, mengungkapkan sudah menerima banyak laporan soal potensi PHK besar-besaran di sektor hotel dan restoran. Menurutnya, jika tak segera diatasi, kondisi ini akan memperparah tekanan ekonomi yang kini juga melanda sektor manufaktur.
“PHK sudah mulai terjadi di berbagai industri. Jangan sampai sektor hotel dan restoran menyusul. Pemerintah harus cepat cari solusi agar pelaku usaha dan pekerja bisa bertahan,” ujar politisi yang akrab disapa Erma itu, Senin (2/6/2025).
Ia menyebut, penurunan bisnis hotel dan resto dipicu banyak faktor. Mulai dari ketidakpastian ekonomi global, daya beli masyarakat yang menurun, inflasi yang tinggi, hingga perubahan perilaku konsumen akibat disrupsi teknologi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) turut memperkuat kondisi tersebut. Kunjungan wisatawan mancanegara ke Jakarta pada 2019–2023 hanya naik tipis, sekitar 1,98 persen. “Efisiensi dari konsumen, baik dari pemerintah maupun swasta, juga berdampak pada tingkat hunian hotel,” kata Erma dalam keterangan tertulis.
RUU Kepariwisataan
Saat ini, Komisi VII tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan. RUU ini diharapkan bisa menjadi solusi untuk merevitalisasi sektor pariwisata secara menyeluruh.
“Pariwisata bukan sekadar destinasi, tapi juga mencakup hotel, penginapan, restoran, transportasi, hingga sektor UMKM. Jadi, ini harus dibenahi secara menyeluruh,” tegas Erma.
Untuk mencegah PHK massal, ia mengusulkan percepatan pembahasan RUU Kepariwisataan dan pembuatan regulasi yang bisa menghubungkan semua pihak di sektor ini. Ia juga mendorong adanya program lintas kementerian yang bisa mendukung masyarakat berwirausaha sebagai alternatif solusi.
“Diperlukan kebijakan yang menyeluruh, bukan hanya tambal sulam. Ini menyangkut nasib jutaan pekerja,” pungkasnya.***