IMM Malang Raya Gelar Webinar Moderasi Beragama: Bahas Akar Terorisme dari Ideologi hingga Perspektif Sosial

IMM Malang Raya Gelar Webinar Moderasi Beragama: Bahas Akar Terorisme dari Ideologi hingga Perspektif Sosial

MAKLUMAT — Sebagai bentuk ikhtiar menguatkan moderasi beragama sekaligus mengarusutamakan Islam yang rahmatan lil ‘alamin, Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Malang Raya menyelenggarakan Webinar Moderasi Beragama bertajuk “Mengurai Akar Terorisme: Perspektif Sosial, Ekonomi dan Ideologi di Balik Aksi Kekerasan,” Rabu (20/8/2025).

Kegiatan yang digelar melalui platform Google Meet ini diikuti puluhan kader IMM Malang Raya dan Jawa Timur. Dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Nafik Muthohirin, serta Kaprodi Hubungan Internasional UMM Prof. Gonda Yumitro, menjadi narasumber dalam webinar tersebut.

Dalam paparannya, Nafik Muthohirin menekankan pentingnya memahami konteks jihad dalam Al-Quran. Ia menyebut, dari keseluruhan surat dalam Al-Quran, hanya terdapat 28 surat yang bisa dijadikan rujukan tentang jihad, dan kata jihad sendiri hanya muncul empat kali.

“Di Al-Quran kata jihad tidak secara detail memerintahkan umat Islam untuk berperang. Malah sebaliknya kata jihad dimaksudkan untuk mencintai Allah dan Rasul melebihi kecintaan kita terhadap keluarga dan apapun yang kita miliki,” ujarnya.

Nafik juga menilai, kemunculan terorisme atas nama Islam bukan hanya akibat tafsir keagamaan yang keliru, melainkan juga dipengaruhi kondisi geopolitik dan ekonomi. Ia menambahkan, pasca bubarnya ISIS, strategi serangan terorisme berkembang dalam bentuk aksi tunggal atau lone wolf.

“Strategi serangan lone wolf dilakukan tanpa perlu instruksi dari organisasi atau pimpinan. Mereka menjalan misi secara mandiri dan menargetkan korban yang telah ditentukan sendiri. Sehingga langkah mereka cukup sulit untuk dibaca aparat,” jelasnya.

Baca Juga  KAI Angkut 78 Juta Penumpang di Awal 2025

Sementara itu, Prof. Gonda Yumitro menegaskan bahwa terorisme dan radikalisme lahir dari faktor yang kompleks, mulai dari global, regional, nasional hingga kultural.

“Masing-masing orang memiliki motif yang berbeda ketika bergabung dengan jaringan terorisme. Ada yang karena faktor kemiskinan, ketidakadilan, atau bahkan ingin menunjukkan eksistensi diri. Seperti contoh kasus mahasiswa di Malang yang bergabung dengan jaringan terorisme karena ingin menunjukkan eksistensi diri di tengah diskriminasi keluarga,” paparnya.

Ia menambahkan bahwa terorisme tidak bisa dilekatkan pada satu agama tertentu. Menurutnya, hampir semua agama memiliki sejarah terkait tindakan terorisme.

“Seperti kasus Inderjit Singh Reyat di India tahun 1985, Shoko Asahara di Jepang tahun 1995, maupun Jim Jonnes di Guyana tahun 1978,” tandas Prof. Gonda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *