Indonesia: Antara Keindahan Alam dan Luka Sosial, Menjemput Harapan di Tengah Ketidakadilan

Indonesia: Antara Keindahan Alam dan Luka Sosial, Menjemput Harapan di Tengah Ketidakadilan

‎MAKLUMAT — Indonesia, negeri dengan ribuan pulau, hamparan alam yang mempesona, gunung-gunung menjulang, dan laut yang membentang. Hutan yang luas menjadi paru-paru dunia, tanah yang subur melahirkan kekayaan alam melimpah ruah. Tak heran jika banyak yang menyebut Indonesia sebagai surga dunia. Namun, di balik keelokan itu tersimpan kisah pilu tentang ketimpangan dan ketidakadilan yang masih menghantui negeri ini.

Chandra Aditya *)
Chandra Aditya *)

‎Sungguh ironis, di tanah yang kaya sumber daya, rakyatnya masih banyak yang berjuang sekadar untuk hidup layak. Ketidakadilan sistem, hukum yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas, serta korupsi yang merajalela membuat banyak orang kehilangan kepercayaan terhadap institusi dan pemimpin. Elite negeri kian menumpuk harta di balik jabatan, sementara rakyat kecil harus berjuang keras hanya untuk sekadar bertahan hidup.

‎Pemuda-pemudi bangsa, yang seharusnya menjadi tumpuan masa depan, banyak yang kini kehilangan arah. Ijazah di tangan, semangat sempat berkobar, namun realitas tak berpihak. Lapangan pekerjaan yang sempit membuat asa mereka perlahan memudar. Di jalan-jalan kota, tak sedikit yang menatap kosong, bertanya dalam hati: “Untuk apa belajar jika akhirnya tetap menganggur?” Sebuah potret getir generasi yang haus akan keadilan dan kesempatan.

‎Para penegak hukum sering kali lebih memilih membela mereka yang berkuasa dan berduit, ketimbang memperjuangkan keadilan yang sejati. Pajak naik, harga kebutuhan meningkat, namun kesejahteraan tak kunjung terasa. Yang bersuara lantang demi kebenaran dicap makar, sedangkan yang mengeruk kekayaan negeri dilindungi oleh tameng kekuasaan.

Baca Juga  Rayakan HUT ke-14, NasDem Aceh Tengah: Politik Harus Hadir untuk Kehidupan Rakyat

‎Dan ketika rakyat mulai lelah dengan kenyataan yang menyesakkan, agama sering dijadikan penenang. Bukan karena agama salah, tetapi karena ajaran suci sering kali dimanfaatkan untuk membungkam nurani, bukan menyalakan semangat perubahan. Padahal sejatinya, agama adalah cahaya yang membimbing menuju keadilan, bukan alat untuk meninabobokkan hati yang terluka.

‎Namun, harapan itu tidak pernah padam. Sebab Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an: ‎“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” ‎(QS. Ar-Ra’d: 11)

‎‎Ayat ini menjadi pengingat bahwa perubahan tidak datang dari langit begitu saja. Ia lahir dari kesadaran kolektif, dari keberanian rakyat untuk memperbaiki diri, memperjuangkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kemanusiaan.

‎Kita juga diingatkan oleh kisah negeri Saba’, yang dahulu hidup dalam kemakmuran dan kesejahteraan, sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka: dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): ‘Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya; (negerimu adalah) negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.’” ‎(QS. Saba’: 15)

‎Ini adalah harapan dan janji bahwa negeri yang baik, penuh berkah, dan adil akan terwujud ketika penduduknya bersyukur dan menjaga amanah Tuhan. Indonesia pun bisa menjadi seperti negeri Saba’ yang makmur, jika rakyat dan pemimpinnya mau kembali pada nilai-nilai kejujuran, syukur, dan tanggung jawab moral.

Baca Juga  Negarawan dan Makelar

‎Harapan untuk Indonesia yang adil dan makmur bukanlah hal yang tabu. Ia nyata dan mungkin terwujud jika setiap anak bangsa mau berbenah, mulai dari diri sendiri, dari rumah, dari lingkungan terkecil. Kejujuran harus ditanamkan sejak dini, kepedulian sosial harus dihidupkan, dan keberanian menegakkan kebenaran harus terus dijaga.

‎Mari kita bangkitkan kembali semangat gotong royong yang menjadi jati diri bangsa. Mari kita lawan korupsi, ketidakadilan, dan keserakahan dengan kejujuran, kerja keras, dan doa yang tulus. Sebab, sebagaimana sang fajar selalu menyingsing setelah malam yang gelap, demikian pula keadilan dan kebenaran akan datang bagi bangsa yang tidak lelah untuk terus berjuang.

‎Indonesia akan benar-benar menjadi “surga dunia” bukan semata karena keindahan alamnya, tetapi karena keindahan moral dan keadilan sosial yang hidup di dalam jiwa rakyatnya. ‎Dan selama masih ada hati yang berdoa, tangan yang bekerja, serta jiwa yang tak menyerah, maka harapan itu pasti ada.

*) Penulis: Chandra Aditya
Ketua BEM STITM Kediri 2025-2026

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *