Inovasi Dosen UMY: Alat Portabel Cek Telur Busuk, Harga Mulai Rp150 Ribu

Inovasi Dosen UMY: Alat Portabel Cek Telur Busuk, Harga Mulai Rp150 Ribu

MAKLUMATTelur selalu hadir di meja makan keluarga Indonesia. Ia sumber protein hewani yang murah, mudah diolah, dan kaya nutrisi. Namun, tidak semua telur aman. Ketika kualitasnya turun, bakteri seperti Salmonella dan Listeria bisa mengintai. Risiko keracunan, diare, bahkan bahaya bagi ibu hamil pun mengintai. Sayangnya, banyak keluarga masih mengandalkan cara tradisional—menenggelamkan telur ke air atau sekadar mengandalkan insting—untuk menilai kesegarannya.

Situasi inilah yang menggerakkan Dr. Qurratul Aini, SKG., M.Kes., dosen Magister Administrasi Rumah Sakit (MARS) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Ia melihat kebutuhan nyata di lapangan dan melahirkan inovasi: alat portabel pendeteksi telur busuk. Alat ini sederhana, praktis, dan bisa dipakai ibu rumah tangga maupun pelaku usaha kecil.

“Ide ini muncul saat saya mengedukasi ibu-ibu Dasawisma soal nutrisi keluarga. Banyak anak hanya sarapan gorengan. Saya tanya, kenapa tidak pakai telur? Telur murah, mudah, bahkan sebagian ibu punya ayam sendiri. Tapi ironisnya, telur bagus justru dijual, sementara yang kurang bagus dimakan keluarga,” cerita Dr. Aini dilansir laman UMY , Sabtu (6/9/2025) lalu.

Alat pendeteksi ini bekerja dengan prinsip sederhana: cahaya menembus cangkang. Bodinya portabel, dilengkapi sensor inframerah, lampu LED, sensor fotodioda, serta mikrokontroler berbasis Arduino Nano. Layar mungil menampilkan hasil deteksi, sementara baterai isi ulang menjaga daya.

Hasilnya terbagi tiga kategori: telur kurang bagus, bagus, dan sangat bagus. Dengan metode ini, ibu rumah tangga tak lagi bergantung pada perkiraan. Alat memberi kepastian apakah telur layak konsumsi atau mulai rusak. Tak hanya telur ayam, alat ini juga bisa membaca telur bebek, puyuh, hingga angsa.

Baca Juga  Persiapan Hadirkan Mapel AI dan Coding Rampung, Tinggal Tunggu Terbitnya Permendikdasmen

Dr. Aini mengembangkan alat ini bersama almarhum Romadhani Syahputra, S.T., M.T., dosen Teknik Elektro UMY. Prosesnya berlangsung kurang dari setahun. Biaya produksi bahkan tergolong rendah, hanya di bawah Rp200 ribu per unit. Jika dipasarkan, harganya diperkirakan Rp150 ribu hingga Rp275 ribu—angka yang masih ramah di kantong masyarakat.

Ke depan, Dr. Aini menyiapkan langkah lebih jauh. Ia ingin mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) agar alat tak hanya menilai kualitas, tetapi juga menampilkan kandungan protein dan albumin secara detail. Dengan begitu, alat ini bisa menjadi media edukasi gizi yang interaktif.

“Harapan saya, inovasi ini bukan sekadar teknologi. Alat ini juga bisa menjadi sarana edukasi agar masyarakat makin sadar pentingnya protein yang aman, sehat, dan berkualitas,” tegas Dr. Aini.

Di tengah tantangan menjaga kesehatan keluarga, alat mungil karya dosen UMY ini menawarkan solusi praktis: menakar kualitas telur dengan akurat, murah, dan bisa dipakai siapa saja.***

*) Penulis: Edi Aufklarung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *