ISLAM Berkemajuan adalah identitas yang dilekatkan pada persyarikatan Muhammadiyah. Untuk memahami bagaimana konsep dasarnya dan apa saja nilai nilai yang dikembangkannya, secara umum dapat dipelajari dalam Risalah Islam Berkemajuan sebagai produk Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta 2022. Untuk memahami apakah praktek ibadah puasa Ramadhan membawa pesan Islam Berkemajuan, akan diamati dari lima hal pokok.
Pertama, adanya kesadaran bahwa masing masing unit adalah bagian terpenting dari kemajuan. Unit bisa berarti keterlibatan setiap orang dalam kegiatan selama puasa Ramadhan, dan juga segala jenis aktifitas yang wajib atau disunnahkan yang dilakukan selama bulan Ramadhan, seperti sholat fardhu, sholat tarawih, zakat, infak, sedekah, qiroatil Qur’an, kajian Islam, memberi iftor, i’tikaf, lailatul qodar.
Semua itu bukan sekedar potongan aktifitas, namun bentuk aktifitas yang terpadu, terhubung, saling mengisi dan menguatkan iman manusia.
Kedua, adanya keyakinan berupa cita cita, dan nilai nilai yang menjadi perekat sekaligus pengikat moral, etika, mental berkemajuan. Mental iman dan taqwa memandu manusia mengenal nilai nilai baik. Sebab sebagaimana firman Allah, “maka bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang orang yang bertaqwa”.
Pada firman yang lain Allah juga memberikan jaminan kepada orang orang yang bertaqwa; “barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, akan dijadikan baginya jalan keluar, dan Allah akan memberinya rizqi dari keadaan yang tidak pernah disangka”. Pada firman yang lain bahkan Allah menjanjikan surga, “sesungguhnya orang orang yang bertaqwa di dalam surga, dan mata air”.
Ketiga, adanya proses yang dijalankan secara terukur, sungguh sungguh oleh setiap unsur yang terlibat dalam wujud kebersamaan dan kepedulian. Kehidupan pada faktanya heterogen, banyak kepentingan di dalamnya, dan rawan terjadi gesekan dan konflik sosial.
Mendefinisikan puasa tidak sesederhana yang dipahami anak anak usia sekolah dasar, misalnya meninggalkan makan, minum, dan senggama dengan pasangan yang syah dimulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Bukankah Rasulullah pernah menyampaikan; “berapa banyak dari orang orang yang puasa, tidaklah ia dapatkan dari puasanya kecuali lapar dan dahaga”. Pada sabdanya yang lain juga pernah disampaikan; “tidaklah puasa dari makanan dan minuman, dan akan tetapi puasa dari berkata sia sia dan berkata kotor”.
Keempat, adanya capaian hasil berupa kemanfaatan bagi lingkungan, masyarakat, dan manusia secara global. Disinilah letak tujuan disyariatkannya puasa, yakni agar manusia menjadi bertaqwa. Standar keempat ini tidak dapat dipisahkan dari standar kedua tentang mental berkemajuan yang memuat cita cita, keyakinan, dan nilai nilai dari pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan.
Sebab, kedekatan dengan Allah, solusi atas kesulitan, keberlimpahan rizqi, dan kehidupan surgawi hanya diberikan Allah kepada manusia yang bertaqwa. Dan orang orang dengan prototype seperti inilah yang diharapkan mengisi ruang ruang kehidupan dan membawa kemanfaatan bagi lingkungan dan sesamanya.
Kelima, adanya evaluasi dan refleksi atas tujuan bersama, nilai, peran masing masing, hasil yang telah dicapai. Semua itu adalah bagian dari proses yang harus dijalani dan bahkan konsekuensi dari ummat berkemajuan. Kemauan untuk dikoreksi, dievaluasi menjamin ketersediaan mutu yang terstandar; baik, baik sekali, atau unggul.
Dan refleksi adalah cara membaca, memprediksi peluang, tantangan, dan merumuskan keterlibatan diri dari system yang ada. Refleksi juga bisa dimaknai sebagai bagian dari cara memantulkan, mengimbaskan, menularkan kemajuan yang telah diraih untuk kemaslahatan bersama.
Tamam Choiruddin, M.Si., Penulis adalah Ketua LHKP PDM Lamongan