MAKLUMAT – Isu lingkungan yang semakin mendesak menjadi tantangan besar bagi umat manusia. Kerusakan alam yang terjadi menjadi pengingat bahwa perilaku manusia kerap mengabaikan keseimbangan yang telah ditetapkan Tuhan. Dalam konteks ini, Islam hadir dengan pandangan holistik yang menawarkan solusi.
Perspektif ini dibahas secara mendalam dalam diskusi bertajuk “Islam dan Lingkungan – Perspektif Manhaj Tarjih Muhammadiyah”, yang berlangsung di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Senin, 27 Januari 2025.
Forum ini menghadirkan Ustaz Niki Alma Febriana Fauzi, seorang dosen Ilmu Hadis UAD sekaligus anggota Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) PP Muhammadiyah. Dalam pemaparannya, Ustaz Niki menekankan bagaimana Islam mengajarkan hubungan harmonis antara manusia dan alam.
“Islam itu syumuliyah, artinya mencakup semua aspek kehidupan manusia, termasuk bagaimana kita menjaga lingkungan,” jelas Ustaz Niki di hadapan para peserta. “Sebagai khalifah di bumi, manusia tidak hanya bertugas memanfaatkan alam, tetapi juga menjaga dan memakmurkannya. Ini adalah amanah yang langsung Allah titipkan kepada kita.”
Muhammadiyah melalui Manhaj Tarjih, lanjut Ustaz Niki, telah menawarkan metodologi yang relevan untuk menjawab persoalan-persoalan kontemporer, termasuk isu lingkungan. Pendekatan ini mengintegrasikan tiga aspek utama.
Pendekatan pertama adalah bayani, yakni pemahaman teks agama secara literal. Pendekatan kedua adalah burhani, yang memanfaatkan ilmu pengetahuan modern untuk memahami konteks ayat atau hadis. Sedangkan pendekatan ketiga adalah irfani, yakni refleksi spiritual untuk menangkap nilai-nilai mendalam yang terkandung dalam teks agama.
Contoh Pendekatan
Sebagai contoh, Ustaz Niki mengutip hadis Rasulullah yang menganjurkan mematikan lentera sebelum tidur. “Jika dilihat secara tekstual, hadis ini mengajarkan tindakan preventif agar tidak terjadi kebakaran. Namun, jika kita menggunakan pendekatan burhani dan irfani, hadis ini juga dapat dimaknai sebagai ajakan untuk hemat energi. Makna ekologis seperti ini sangat relevan dalam konteks konservasi sumber daya alam,” paparnya.
Lebih jauh, Ustaz Niki menjelaskan bahwa menjaga lingkungan bukan sekadar tanggung jawab sosial, melainkan juga bagian dari ibadah. “Kerusakan di bumi disebabkan oleh tangan manusia, sebagaimana disebutkan dalam QS. Ar-Rum ayat 41. Maka, segala upaya untuk melestarikan lingkungan, seperti menanam pohon, mengurangi penggunaan energi kotor, hingga mendukung energi terbarukan, sejatinya adalah wujud dari semangat rahmatan lil alamin,” ujarnya.
Langkah konkret juga telah dilakukan oleh Muhammadiyah untuk menjawab tantangan lingkungan. Salah satu terobosan penting adalah penerbitan Fikih Air, sebuah panduan keislaman tentang pengelolaan sumber daya air secara bijak. Muhammadiyah juga aktif menjalin kolaborasi dengan berbagai organisasi, seperti Muslims for Shared Action on Climate Impact (MOSAIC) dan GreenFaith Indonesia. Upaya ini diharapkan mampu menciptakan solusi kolektif dalam menghadapi krisis iklim.
Ketua Panitia, Muhammad Ziaul Albab, menyampaikan harapannya agar kegiatan serupa dapat menjangkau lebih banyak kalangan. “Generasi muda dan ulama perlu berkolaborasi untuk menciptakan solusi yang berbasis nilai-nilai Islam,” ujarnya.
Diskusi yang berlangsung interaktif ini diikuti oleh 92 peserta secara luring, 19 peserta melalui ZOOM, dan lebih dari 42 orang menyaksikan via live streaming di YouTube. Para peserta tampak antusias mengajukan berbagai pertanyaan, mulai dari peran umat Islam dalam konservasi hingga langkah-langkah konkret menghadapi perubahan iklim.
Sebagai tindak lanjut, Kajian Santri Cendekia Forum akan kembali digelar pada 1 dan 22 Februari 2025, dengan tema “Peran Umat Islam terkait Isu Lingkungan di Dunia Internasional” dan “Muhammadiyah dan Upaya Pemeliharaan Lingkungan”. Kajian ini dapat disaksikan secara langsung melalui kanal YouTube GreenFaith Indonesia.