MAKLUMAT — Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga memberi panduan lengkap untuk menjaga kesehatan mental. Hal itu disampaikan Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Ruslan Fariadi, dalam ceramahnya di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Ahad (6/7/2025).
Ruslan mengingatkan pentingnya manajemen kalbu untuk mencegah dampak psikologis yang bisa berujung tragis, seperti kasus bunuh diri yang menimpa seorang mahasiswi di Solo akibat tekanan hidup. Ia mengajak jemaah memahami kesehatan mental dari perspektif Al-Qur’an dan hadis.
“Hidup itu ujian,” ujar Ruslan, mengutip QS Al-Mulk ayat 2. Ia menyebut, manusia sering kali menambah beban hidup dengan menciptakan masalah sendiri. Padahal, fokus hidup seharusnya pada peningkatan kualitas diri lewat ilmu dan pengelolaan emosi yang sehat.
Kesehatan mental, kata Ruslan, bukan hanya soal terbebas dari depresi. Lebih dari itu, ia adalah kondisi menyeluruh berupa kenyamanan batin, ketenangan jiwa, dan rasa syukur atas nikmat Allah.
Ruslan menyambungkan dengan definisi WHO, bahwa kesehatan mental adalah keadaan sejahtera di mana individu mampu menyadari potensi diri, menghadapi tekanan hidup, bekerja secara produktif, dan berkontribusi pada lingkungan sosialnya.
Ia mengutip sabda Nabi Muhammad SAW, “Kekayaan sejati adalah kaya hati, bukan banyaknya harta.” Menurutnya, orang yang kaya hati tahu cara menikmati hidup dan tidak menjadi budak dunia.
Ruslan juga menyebut tiga penyakit mental kronis: hasad (iri), bukhul (kikir), dan hidup yang tidak seimbang. Ia menawarkan solusi lewat konsep wasathiyah Muhammadiyah—keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat, jasmani dan rohani.
“Bukan yang terbaik orang yang tinggalkan dunia untuk akhirat, atau sebaliknya. Tapi yang mampu ambil dari keduanya secara seimbang,” katanya, mengutip hadis Nabi SAW.
Data juga menunjukkan, sebanyak 15,5 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan mental. Sebagian besar di antaranya berasal dari Generasi Z (46 persen) dan milenial (41 persen). Dua generasi ini dianggap sedang berada di titik krusial: pencarian jati diri dan tekanan ekonomi.
Spiritualitas Islam
Menurut Ruslan, spiritualitas Islam adalah pondasi penting menjaga mental. Hubungan kuat dengan Allah (hablum minallah) menjadi sumber ketenangan batin dan arah hidup. Ia menyebut Al-Qur’an sebagai “buku pintar” yang tak hanya memuat petunjuk hidup, tapi juga solusi terapi melalui zikir, salat, dan bahkan menulis ayat-ayat suci.
“Menulis Al-Qur’an bisa jadi terapi. Selain meningkatkan konsentrasi, juga membantu menjernihkan pikiran dan mengatasi kesepian,” tegas Ruslan seperti dilansir laman Muhammadiyah.
Dalam kajian psikologi Qurani yang ia tekuni, Ruslan menyebut manusia punya enam identitas penting menurut Al-Qur’an: Abdullah (hamba Allah), An-Nas (makhluk sosial), Al-Insan (berpotensi), Khalifatullah (pemimpin), Bani Adam (dimuliakan), dan Al-Basyar (makhluk biologis).
Dengan memahami identitas ini, menurutnya, umat Islam bisa lebih bijak menghadapi tekanan psikologis. Zikir dan salat disebut sebagai terapi spiritual alami yang terbukti ilmiah meningkatkan ketenangan dan fokus.
Di akhir ceramah, Ruslan mengajak jemaah memperbaiki kualitas ibadah, memperkuat rasa syukur, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pegangan hidup agar terhindar dari hidup yang sempit dan gelisah, seperti disinggung dalam QS Thaha ayat 124.
“Al-Qur’an itu bukan sekadar dibaca, tapi juga bisa ditulis dan direnungkan. Di situlah letak terapi yang menyembuhkan jiwa,” pungkasnya.***