Jadi Pembicara di Pascasarjana UM Surabaya, Zainuddin Maliki Soroti Krisis Keilmuan di Era Post-Truth

Jadi Pembicara di Pascasarjana UM Surabaya, Zainuddin Maliki Soroti Krisis Keilmuan di Era Post-Truth

MAKLUMAT — Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya harus menjadi pusat peneguhan peran sebagai pusat pengembangan ilmu berbasis misi kenabian (profetik)—prophetic mission.

Hal itu dikemukakan Penasihat Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT), Prof Dr Zainuddin Maliki MSi, yang menjadi pembicara dalam Refleksi Akademik dan Strategi Keilmuan Pascasarjana UM Surabaya, Ahad (11/5/2025) di Trawas, Mojokerto.

Zainuddin menyampaikan topik krusial tentang ‘Tantangan dan Peluang Pascasarjana di Era Post-Truth‘. Forum yang diikuti seluruh dosen tetap Pascasarjana UM Surabaya, termasuk Prodi baru S3 Studi Islam itu, dipandu oleh Koordinator LP3MI Pascasarjana, Prof Dr Ali Mufrodi MAg.

Menggugat Logika Post-Truth

Dalam paparannya, Zainuddin menyoroti kemajuan teknologi yang menurutnya justru membawa dampak paradoks. Kemudahan akses informasi yang sama oleh siapa saja, yang ada di pusat keilmuan maupun yang di luar bahkan jauh dari aktivitas keilmuan, memiliki peluang sama dalam akses informasi, tetapi justru melahirkan generasi ill-informed.

Ia menyebut, hal itu ditandai dengan menurunnya standar kedalaman pengetahuan yang dibutuhkan untuk menjadi seorang berpengetahuan, alias ahli—expert—yang well-informed.

“Kita hidup di zaman post truth, zaman ketika opini tanpa dasar dianggap setara bahkan lebih penting dari fakta ilmiah sekalipun. Inilah krisis keilmuan yang kita hadapi,” ujar Zainuddin, merujuk pada argumentasi Tom Nichols dalam ‘The Death of Expertise‘.

Baca Lainnya  Sambut Ramadhan, Wakil Ketua PWM Jatim Ajak Masyarakat Arif Menyikapi Dinamika Politik Usai Pemilu

Pendapat mereka yang kurang informasi—ill-informed—memiliki bobot yang sama bahkan lebih dihargai dari pada pendapat ahli atau ekspert yang well-informed. Kecenderungan untuk tidak berupaya melakukan pemeriksaan sumber informasi meragukan dari sumber terpercaya mengemuka. Fakta lalu dipandang tidak lebih penting dari opini atau persepsi.

“Dalam iklim inilah hoaks, teori konspirasi, berita palsu, propaganda, pencitraan dan segala macam omong kosong berkembang pesat,” tandas Zainuddin.

Lakukan Penguatan Tradisi Profetik

Pria yang juga pernah mengemban amanah sebagai Rektor UM Surabaya itu kemudian menawarkan solusi berbasis tugas profetik sebagaimana dimaksud QS Al-Jumuah ayat 2, yakni penguatan sisi kognitif—yatlu ‘alayhim āyātihi, penyucian karakter—wa yuzakkīhim,  serta transmisi ilmu dan kebijaksanaan—wa yu’allimuhumul kitāba wal ḥikmah.

Nilai-nilai tersebut, menurut dia, harus menjadi fondasi dalam desain kurikulum dan riset Pascasarjana, khususnya di Pascasarjana Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya.

Kembangkan pembelajaran profetik, pembelajaran mendalam. Kuatkan tradisi membaca profetik yang berarti membaca teks sehingga diperoleh ilmu, skill, dan berujung berbuah tindakan dan hikmah.

“Tradisi pembelajaran profetik inilah yang akan menghadirkan perubahan dan kebaikan bersama,” pungkas Zainuddin.

*) Penulis: Ubay NA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *